Sunday, April 22, 2018

Mazmur 77




Aku hendak mengingat perbuatan-perbuatan TUHAN.

Maksud Pemazmur di sini adalah, kuasa Allah yang ajaib, yang Ia selalu tunjukkan untuk pemeliharaan dan keselamatan hamba-hamba-Nya, jika kita merenungkannya dengan tepat, adalah cukup untuk memampukan kita mengalahkan segala kesengsaraan. Mari kita belajar dari hal ini. Meski kadang ingatan akan karya Allah membawa penghiburan kurang dari yang kita inginkan, dan yang diperlukan situasi kita, namun kita harus berjuang, supaya kelelahan akibat duka tidak mematahkan keberanian kita. Hal ini layak menerima perhatian kita yang paling besar. Dalam kedukaan, kita selalu ingin segera menemukan obat yang meringankan kepahitannya. Namun satu-satunya jalan untuk ini adalah, meletakkan segala kekuatiran kita dalam tangan Allah. Sering terjadi, ketika Allah semakin dekat pada kita, justru kelihatannya semakin besar kesengsaraan kita dibuat-Nya. Maka banyak orang yang tidak mendapatkan manfaat dari jalan ini mengira, lebih baik lupakan saja Allah. Maka mereka membenci Firman-Nya, yang ketika didengar malah memahitkan duka mereka daripada meringankannya. Dan yang lebih parah lagi, mereka ingin Allah, yang memberatkan dan mengobarkan duka mereka, untuk menjauh. Sejenis orang yang lain lagi, menguburkan segala ingatan tentang Dia dengan menyibukkan diri mereka dengan urusan duniawi. Tidak demikian sang nabi. Meski ia tidak segera mendapatkan manfaat yang ia mungkin rindukan, namun ia tetap memandang kepada Allah. Dengan bijak ia menopang imannya dengan perenungan, bahwa baik kasih Allah maupun sifat-Nya tidak berubah, sehingga tidak mungkin tidak, pada akhirnya Allah akan menunjukkan belas kasihan-Nya pada hamba-hamba-Nya. Marilah kita belajar membuka mata kita untuk melihat karya Allah. Rabunnya mata kita dan keterbatasan persepsi kita membuat keagungan karya-Nya terlihat remeh. Tetapi jika diperhatikan sungguh-sungguh, karya-Nya akan menggetarkan kita dengan kekaguman. Penyebab mengapa begitu banyak contoh karunia Allah tidak membawa manfaat bagi kita, dan gagal membangun iman kita, adalah karena baru saja kita mulai memperhatikan dan merenungkan contoh-contoh itu, ketidaktetapan kita menarik perhatian kita pada hal lain, dan batin kita segera kehilangan contoh-contoh itu.


Article by John Calvin
Translated by Tirza Rachmadi

No comments:

Post a Comment