Thursday, April 26, 2018

Mazmur 78:38-71



Tetapi Ia bersifat penyayang, Ia . . . tidak memusnahkan mereka.

Orang Israel pantas untuk dimusnahkan, tetapi Allah meringankan murka-Nya, sehingga masih ada yang tersisa dari keturunan mereka. Allah tidak menghukum mereka dengan terlalu berat, bahkan hukuman mereka ringan, dibandingkan dengan natur kejahatan mereka yang besar. Allah menahan tangan-Nya. Ia tidak melihat kepada apa yang mereka layak terima, melainkan Ia ingin memberi tempat bagi belas kasihan-Nya. Namun jangan kita kira bahwa Allah berubah-ubah, jika pada satu waktu Ia mendisiplin kita dengan keras pada satu tingkat tertentu, dan pada waktu lain Ia menarik kita dengan lembut kepada diri-Nya. Dalam hikmat bijaksana-Nya yang tak tertandingi, Ia menggunakan sarana yang berbeda-beda untuk menguji, apakah ada harapan untuk pemulihan kita. Tapi kebersalahan manusia menjadi lebih berat, jika baik ketegasan maupun belas kasihan-Nya tidak dapat mengubah mereka. Belas kasihan Allah, yang adalah sifat-Nya yang mendasar, disebutkan di sini sebagai alasan mengapa Ia tidak menghabisi umat-Nya. Kita diajar, bahwa Ia tidak digerakkan oleh penyebab lain, selain bahwa Ia rela dan siap untuk mengampuni.

Ia ingat bahwa mereka itu daging. Daging dan roh sering diperlawankan dalam Alkitab. Bukan hanya ketika daging berarti natur kita yang rusak dan berdosa dan roh berarti kebenaran yang ke dalamnya anak-anak Allah dilahirkan kembali. Namun juga ketika daging berarti tidak ada yang tetap atau stabil dalam diri manusia. Dalam bagian ini daging berarti manusia itu tunduk kepada pembusukkan; dan roh berarti manusia hanyalah sebuah nafas atau bayangan yang berlalu. Manusia digiring ke kematian oleh pembusukkan dan perusakkan, maka umat dibandingkan seperti angin yang berlalu, dan jatuh serta tidak kembali lagi. Allah, dalam belas kasihan dan kemurahan hati-Nya, menanggung bangsa Yahudi, bukan karena mereka pantas menerimanya, tetapi karena kondisi mereka yang lemah dan sementara menyebabkan belas kasihan-Nya dan Ia mengampuni mereka.


Article by John Calvin
Translated by Tirza Rachmadi

No comments:

Post a Comment