Friday, April 27, 2018

Mazmur 79:1-6



Mereka menumpahkan darah orang-orang itu seperti air . . . dan tidak ada yang menguburkan.

Allah memaksudkan penguburan manusia sebagai kesaksian bagi kebangkitan di hari terakhir. Adalah kekejian dua kali lipat bahwa hak ini diambil dari para orang kudus setelah kematian mereka. Mengapa Allah membiarkan umat-Nya dimakan oleh binatang buas, padahal Ia mengancam orang bukan pilihan dengan hukuman semacam itu? Kita harus ingat, bahwa baik orang pilihan maupun bukan pilihan, ada di bawah hukuman-hukuman sementara yang hanya mengenai daging. Allah mengubah tanda murka-Nya menjadi sarana keselamatan bagi anak-anak-Nya. Penjelasan yang sama berlaku untuk ketiadaan penguburan bagi kematian mereka. Hamba-hamba Tuhan yang paling baik mungkin menerima kematian yang kejam dan mengerikan – hukuman yang sering diberikan bagi pembunuh, dan orang-orang yang melawan Allah.

Tetapi kematian para orang kudus tetap bernilai tinggi di mata-Nya. Ketika Ia membiarkan para orang kudus-Nya dianiaya dengan tidak adil pada daging mereka, Ia menunjukkan betapa berharganya mereka bagi-Nya dengan menghukum para musuh mereka. Dengan cara  yang serupa Allah menandai murka-Nya pada orang bukan pilihan, dengan tidak memberikan mereka penguburan, dan memperingatkan raja yang jahat, “Ia akan dikubur secara penguburan keledai, diseret dan dilemparkan ke luar pintu-pintu gerbang Yerusalem” (Yer. 22:19). Ketika anak-anak Allah menghadapi hal yang sama, Ia mungkin kelihatan melupakan mereka. Tetapi setelah itu Ia mengubah kematian menjadi sarana keselamatan mereka. Iman mereka memperoleh kemenangan baru dalam ujian itu. Di masa lampau, tubuh orang mati diberi rempah-rempah untuk orang-orang hidup yang mereka tinggalkan, supaya mereka memelihara harapan akan hidup yang lebih baik dalam hati mereka, ketika mereka melihat tubuh orang yang meninggal itu dirawat. Orang beriman, tidak mengalami kerugian apapun tanpa penguburan, ketika mereka diangkat oleh iman di atas bantuan-bantuan kecil ini, supaya mereka maju dengan segera ke dalam kekekalan yang berbahagia.

Article by John Calvin
Translated by Tirza Rachmadi

No comments:

Post a Comment