Monday, April 30, 2018

Mazmur 80: 1-8


Hai gembala Israel, pasanglah telinga, Engkau yang . . . duduk di atas para kerub.

Takhta kasih karunia Allah merupaka tanda kehadiran Allah, di mana Ia telah berjanji akan ada dekat umat-Nya untuk mendengar doa mereka. Tidaklah diperbolehkan bagi manusia untuk mengubah bentuk yang ditetapkan Allah semau mereka. Maka orang Israel diperingatkan untuk kembali ke keadaan mereka mula-mula, jika mereka ingin menemukan Allah berbelas kasihan pada mereka. Selain itu, oleh gelar yang disandang Allah di sini, dinyatakan cinta-Nya yang ajaib kepada manusia, dalam Ia merendahkan diri-Nya untuk datang pada mereka, memilih sebuah tempat di bumi, supaya Ia berdiam di antara mereka. Tepatnya Allah tidak dapat dikatakan duduk, dan tak mungkin Ia, yang lebih besar dari seluruh surga, dapat dimuat oleh sebuah tempat (1 Raja-Raja 8:27). Namun untuk mengakomodasi kelemahan manusia, Ia digambarkan sebagai berada di antara dua kerub, supaya orang beriman tidak mengira Ia jauh dari mereka; dan supaya orang beriman jangan dikacaukan oleh keraguan dan kekuatiran ketika mendekat pada-Nya. Orang Israel diperlengkapi dengan sebuah prinsip, yang menyanggupkan mereka untuk berdoa dengan cara yang benar, supaya mereka ditarik dari penyembahan berhala yang mereka buat di Dan dan Betel. Dan supaya mereka menyingkirkan segala takhayul, membiarkan diri mereka dibimbing oleh cahaya iman yang benar, dan mengikuti Firman Allah,

Ya Allah, pulihkanlah kami. Di bawah kesulitan yang mereka terima, orang beriman lari kepada Allah, yang karya-Nya mengembalikan hidup kepada orang mati. Mereka mengakui, bahwa segala kesengsaraan mereka disebabkan hal berikut, bahwa Allah murka karena dosa mereka, dan menyembunyikan wajah-Nya dari mereka. Di lain pihak, mereka menantikan keselamatan sempurna hanya dari karunia Allah. Mereka mengatakan, inilah kebangkitan itu, yaitu jika wajah-Mu menyinari kami. Artinya, jika Allah memberikan belas kasihan dan karunia-Nya kepada mereka, mereka akan bahagia, dan segala urusan mereka berjalan baik.

Article by John Calvin
Translated by Tirza Rachmadi

No comments:

Post a Comment