Sunday, May 27, 2018

Mazmur 89:1-9


Aku hendak menyanyikan kasih setia TUHAN selama-lamanya. Sang Pemazmur menyatakan alasan mengapa ia bertahan menyanyikan pujian bagi Allah di tengah kesulitan. Yaitu ia tidak kehilangan harapan akan penyataan kasih setia Allah pada umat-Nya, meski pada masa kini mereka sedang berada di bawah disiplin yang berat. Seseorang tidak akan membuka mulutnya dengan bebas untuk memuji Allah, kecuali ia sepenuhnya yakin bahwa Allah tidak pernah menanggalkan kasih kebapaan-Nya bagi mereka, bahkan ketika Ia sedang marah pada mereka. Kata-kata aku hendak menyanyikan menyiratkan bahwa kebenaran yang dinyatakan lewat inspirasi Allah ini tertanam dalam-dalam di hatinya. Ia sama saja mengatakan, apapun yang telah terjadi, tidak pernah menghapuskan pengharapan dari hatiku, bahwa di masa depan aku akan mengalami karunia Allah, dan aku akan terus melanjutkan memelihara perasaan ini. Perlu diperhatikan, bukan tanpa konflik yang menyakitkan dan berat ia dapat memeluk kebaikan Allah oleh imannya; kebaikan yang pada saat itu sudah menghilang sepenuhnya di mata manusia. Perhatikanlah baik-baik, supaya kapanpun Allah menarik segala tanda-tanda cinta-Nya pada kita, kita tetap menegakkan di dalam hati kita kasih setia TUHAN yang selama-lamanya, yang disebutkan di sini dan yang berarti bahwa belas kasihan Allah akan terus berlanjut sampai akhir atau kegenapannya.

Ya TUHAN, Allah semesta alam, siapakah seperti Engkau? Hal ini diulangi, supaya takut pada Allah yang mulia mengajar kita waspada, jangan sampai mencuri kehormatan yang adalah milik-Nya. Namun supaya jangan sampai ketakutan yang terlalu besar mencegah kita dari mendekat pada-Nya, ada kemanisan yang dicampurkan dalam gambaran ini, ketika dikatakan, kesetiaan-Mu ada di sekeliling-Mu. Dari situ kita mengerti, bahwa Allah selalu setia pada janji-janji-Nya, dan bahwa perubahan apapun juga yang terjadi, Ia tetap setia, sebelum dan sesudah, di kanan dan di kiri.

Article by John Calvin
Translation by Tirza Rachmadi

No comments:

Post a Comment