Tuesday, June 5, 2018

Mazmur 90:3


Engkau mengembalikan manusia kepada debu, dan berkata: "Kembalilah, hai anak-anak manusia!" Musa menyatakan betapa rapuh dan sementaranya hidup manusia, dan meratapi kedukaan hidup itu. Ia bukan melakukan ini untuk berdebat dengan Allah, melainkan sebagai permohonan supaya Allah segera memberikan belas kasihan-Nya. Di tempat lain dikatakan Ia mengampuni manusia fana, ketika Ia mengingat dari apa mereka dibuat, dan mereka hanyalah seperti debu atau rumput (Mzm. 103:14).

Musa membandingkan perjalanan hidup kita seperti lingkaran. Allah meletakkan kita di bumi, membimbing kita memutari seluruh lingkaran kecil itu, dan ketika kita sampai pada titik terakhir, Ia menarik kita kembali pada diri-Nya dalam sekejap mata. Inilah definisi sederhana hidup kita: suatu putaran singkat, di mana kita segera menyelesaikan putaran kita, dan titik akhirnya adalah penghabisan perjalanan kita di bumi. Gambaran akan hidup manusia ini menunjukkan lebih jelas lagi, betapa besarnya anugerah Allah bagi para hamba-Nya, yang Ia angkat menjadi umat-Nya yang istimewa, supaya pada akhirnya Ia membawa mereka ke dalam milik pusaka-Nya yang kekal. Kita yakin dari pengalaman, bahwa setelah manusia menyelesaikan putaran hidupnya, ia dibawa keluar dari dunia ini. Namun pengetahuan akan kerapuhan kita ini gagal memberikan kesan yang mendalam di hati kia, karena kita tidak mengarahkan mata kita ke atas dunia ini. Dari mana muncul kebodohan besar manusia, yang terikat pada keberadaan masa kini, yang mengurusi hidup seakan-akan mereka akan berumur 2000 tahun, kalau bukan karena mereka tidak memandang melampaui hal-hal yang terlihat? Setiap orang menganggap ia akan berumur lebih panjang dibanding orang lain. Begitu bebalnya manusia sehingga menganggap 30 tahun, atau bahkan lebih pendek lagi, seperti kekekalan. Mereka tidak menyadari singkatnya hidup mereka selama dunia ini menguasai pikiran mereka. Maka Musa membangunkan kita dengan mengangkat pikiran kita kepada kekekalan Allah. Tanpa kesadaran itu, kita tidak tahu betapa cepatnya hidup kita berlalu. Khayalan bahwa kita akan berumur panjang, adalah seperti tidur nyenyak yang melumpuhkan kita, hingga perenungan akan kehidupan surgawi menelan khayalan tersebut.

Article by John Calvin
Translation by Tirza Rachmadi

No comments:

Post a Comment