Tuesday, July 3, 2018

Mazmur 102:11


Sebab Engkau telah mengangkat aku dan melemparkan aku. Seakan-akan sang Pemazmur mengatakan, Tuhan, Engkau telah memukulku dengan lebih berat, dengan melemparkan aku dari tempat tinggi, daripada jika aku hanya terjatuh dari posisiku sebelumnya. Namun nampaknya hal ini merupakan gambaran yang melebih-lebihkan dukanya. Tidak ada yang lebih pahit daripada jatuh dari kondisi bahagia ke penderitaan ekstrim. Sang nabi meratapi umat Allah yang kehilangan berkat-berkat istimewa dari-Nya di masa lalu mereka, sehingga ingatan akan kebaikan yang dulu, bukannya menghibur mereka, malah memahitkan kesengsaraan mereka. Bukan ketidakbersyukuran yang membuat perenungan akan berkat yang dulu menjadi kesedihan; karena mereka mengakui kesengsaraan dan perendahan mereka disebabkan dosa-dosa mereka sendiri. Allah tidak senang pada perubahan, seakan-akan setelah memberi cicipan kebaikan-Nya, Ia sengaja mengambilnya dari kita.

Kebaikan-Nya tidak habis-habisnya. Berkat-Nya akan mengalir terus menerus pada kita, jika bukan dosa kita yang menghentikan aliran tersebut. Seharusnya ingatan akan berkat-berkat Allah meringankan duka kita. Namun tetap adalah penderitaan yang besar untuk jatuh dari kedudukan yang begitu tinggi, dan menyadari bahwa kita telah membuat-Nya marah, sehingga Ia menarik tangan-Nya yang murah hati dari kita. Maka ketika kita mengingat bahwa peta teladan Allah yang membedakan Adam, adalah terangnya kemuliaan surgawi; dan sebaliknya, sekarang kita melihat cela dan kerendahan yang merupakan tanda murka Allah pada kita, tentunya kontras ini membuat kita lebih dalam merasakan kebobrokan kondisi kita. Jadi, jika Allah mengambil kembali berkat yang sebelumnya Ia berikan pada kita, biarlah kita belajar, kita harus meratap, karena oleh kesalahan kita sendirilah, kita mengubah terang menjadi gelap.

Article by John Calvin
Translation by Tirza Rachmadi

No comments:

Post a Comment