Friday, July 13, 2018

Mazmur 103:14-16


Sebab Dia sendiri tahu apa kita, Dia ingat, bahwa kita ini debu. Daud menghapus segala nilai yang manusia letakkan pada dirinya sendiri, dan menegaskan bahwa hanya kesengsaraan kitalah yang membuat Allah demikian sabar terhadap kita. Hal ini harus kita ingat, bukan hanya untuk menundukkan kesombongan kedagingan kita, melainkan juga supaya kesadaran akan ketidaklayakan kita tidak mencegah kita percaya pada-Nya. Semakin rendah dan hina keadaan kita, semakin Allah bersedia untuk menunjukkan belas kasihan-Nya, sebab ingatan bahwa kita adalah tanah liat dan debu cukup untuk menggerakkan-Nya bermurah hati pada kita.

Adapun manusia, hari-harinya seperti rumput, . . . apabila angin melintasinya, maka tidak ada lagi ia, dan tempatnya tidak mengenalnya lagi. Segala kehebatan manusia layu, seperti bunga yang lenyap pada tiupan angin yang pertama. Meski kita dihiasi dengan bakat-bakat alamiah selama kita hidup di dunia ini, dan “di dalam Dia kita hidup, kita bergerak, kita ada” (Kis. 17:28); namun kita tidak memiliki apapun selain yang bergantung pada kehendak yang lain, dan yang dapat diambil dari kita tiap jam, hidup kita hanya sebuah pertunjukkan atau bayangan yang segera berlalu. Hal yang dibahas di sini, adalah tepatnya kesementaraan hidup, yang Allah perhatikan dalam mengampuni kita dengan belas kasihan-Nya, seperti dikatakan di Mazmur lain: “Ia ingat bahwa mereka itu daging, angin yang berlalu, yang tidak akan kembali” (Mzm. 78:39). Jika ditanyakan, mengapa Daud tidak menyebutkan jiwa, yang adalah bagian utama dari manusia, dan hanya menyatakan kita sebagai debu dan tanah liat, jawabannya adalah, ketika Allah melihat bahwa tidak ada hal dalam hidup kita yang melebihi kerapuhannya, hal itu cukup untuk mendorong-Nya menopang kita dalam belas kasihan-Nya. Dan meski jiwa tetap hidup, setelah lepas dari penjara tubuh ini, namun bukan dari kekuatannya sendiri. Jika Allah menarik anugerah-Nya, jiwa bukanlah apa-apa selain satu nafas atau tiupan, seperti tubuh hanyalah debu. Dalam diri manusia tidak ada yang dapat ditemukan selain kesia-siaan.

Article by John Calvin
Translation by Tirza Rachmadi

No comments:

Post a Comment