Monday, August 6, 2018

Mazmur 107:42-43


Orang-orang benar melihatnya, lalu bersukacita. Bagaimanapun orang fasik dipaksa untuk menyadari Allah adalah penguasa tertinggi alam semesta, mereka melihat namun tidak melihat, dan tidak mendapatkan apa-apa dari yang mereka lihat, kecuali bahwa tindakan mereka menjadi lebih tidak dapat dimaafkan. Orang benar, di lain pihak, tidak hanya sanggup membuat penilaian yang baik dan benar akan peristiwa-peristiwa ini, tetapi mereka juga dengan spontan membuka mata mereka untuk merenungkan keadilan, kebaikan, dan hikmat Allah. segala pemandangan dan pengetahuan itu menyegarkan mereka. Sukacita yang mereka alami dari hal ini adalah tanda, bahwa perhatian mereka pada hal ini adalah luapan spontan hati mereka.

Siapakah yang mempunyai hikmat? Biarlah ia berpegang pada semuanya ini, dan memperhatikan segala kemurahan TUHAN. Kita diberitahu, bahwa manusia mulai menjadi bijaksana, ketika manusia mengarahkan segala perhatian mereka pada perenungan karya Allah, dan semua yang tidak melakukannya adalah orang bodoh. Seberapa kerasnya mereka membanggakan ketajaman dan kecerdikan mereka yang tinggi, semuanya tidak ada gunanya, selama mereka menutup mata terhadap cahaya yang ditampilkan pada mereka. Pemazmur menggunakan bentuk pertanyaan dalam ayat ini, untuk merujuk kepada keyakinan salah yang merajalela di bumi, waktu orang yang paling berani menghina surga menganggap dirinya orang paling berhikmat. Semua yang tidak mengamati providensia Allah, akan dinyatakan sebagai orang bodoh semata. Peringatan ini semakin penting, karena para filsuf yang terbesar begitu merusak, dengan mendedikasikan talenta mereka untuk menutupi dan mengaburkan providensia Allah. Mereka mengabaikan tindakan-Nya sepenuhnya, dan memperhitungkan segala sesuatu hanya dari penyebab sekunder.

Dengan kata memperhatikan, ia memberitahu kita, bahwa sekedar melihat karya-karya Allah tidak cukup. Karya-karya itu harus direnungkan supaya pengetahuan akan mereka dapat dicerna dengan sungguh dan dengan dewasa. Maka, supaya karya Allah diukirkan dalam hati kita, kita harus merenungkannya dengan penuh perhatian dan dengan konstan.

Article by John Calvin
Translation by Tirza Rachmadi

No comments:

Post a Comment