Dengan tujuan memuji kemuliaan Allah seperti sepantasnya, ia mengatakan di masa lalu tidak ada kemungkinan ia melepaskan diri dari maut. Ia seperti seseorang yang dikelilingi musuh, diikat oleh rantai, dan semua harapan kelepasan sudah terputus. Ia ditaklukkan maut, ia ditangkap dan ditawan, sehingga kelepasan mustahil. Ia dililit tali-tali maut, dan jatuh dalam kesesakan dan kedukaan. Lalu ia menegaskan apa yang ia katakan sebelumnya, yaitu pada saat ia kelihatannya paling ditinggalkan Allah, maka waktu itulah yang tepat untuk berdoa.
Kembalilah tenang, hai jiwaku, sebab TUHAN telah berbuat baik kepadamu. Jika orang beriman hanya mendapatkan ketenangan batin pada saat Allah melepaskan mereka, bagaimana bisa ada tempat bagi iman, dan kuasa apa yang dimiliki janji-janji Allah? Menunggu dengan tenang dan diam bagi tanda perkenanan Allah, yang saat ini tersembunyi, adalah bukti iman yang teguh. Iman yang kuat menenangkan hati nurani, dan menenangkan jiwa, sehingga seperti kata Paulus, “damai sejahtera Allah, yang melampaui segala akal,” berkuasa penuh di sana (Fil. 4:7).
Artikel oleh John Calvin
Terjemahan oleh Tirza Rachmadi
No comments:
Post a Comment