Thursday, August 30, 2018

Mazmur 116:1-11


Aku mengasihi TUHAN, sebab Ia mendengarkan suaraku dan permohonanku. Kita tahu bahwa hati kita akan selalu mengembara mengikuti kesenangan yang tak berguna, dan dibebani oleh kekuatiran, sampai Allah mengikat hati kita pada diri-Nya. Ketidaktenangan ini disingkirkan dari Daud, karena ia merasa Allah bermurah hati padanya. Dan dari pengalaman secara umum ditemukan, orang-orang yang berseru kepada Tuhan berbahagia, ia menyatakan bahwa tidak ada bujukan yang dapat menggodanya untuk meninggalkan Allah. Ketika ia katakan aku mengasihi, artinya adalah tanpa Allah tidak ada yang menyenangkan atau nyaman untuknya. Dari sini kita diajar, orang-orang yang doanya telah didengarkan Allah, tetapi tidak meletakkan diri mereka sepenuhnya di bawah bimbingan-Nya, mendapatkan sedikit saja manfaat dari mengalami kasih karunia-Nya.

Dengan tujuan memuji kemuliaan Allah seperti sepantasnya, ia mengatakan di masa lalu tidak ada kemungkinan ia melepaskan diri dari maut. Ia seperti seseorang yang dikelilingi musuh, diikat oleh rantai, dan semua harapan kelepasan sudah terputus. Ia ditaklukkan maut, ia ditangkap dan ditawan, sehingga kelepasan mustahil. Ia dililit tali-tali maut, dan jatuh dalam kesesakan dan kedukaan. Lalu ia menegaskan apa yang ia katakan sebelumnya, yaitu pada saat ia kelihatannya paling ditinggalkan Allah, maka waktu itulah yang tepat untuk berdoa.

Kembalilah tenang, hai jiwaku, sebab TUHAN telah berbuat baik kepadamu. Jika orang beriman hanya mendapatkan ketenangan batin pada saat Allah melepaskan mereka, bagaimana bisa ada tempat bagi iman, dan kuasa apa yang dimiliki janji-janji Allah? Menunggu dengan tenang dan diam bagi tanda perkenanan Allah, yang saat ini tersembunyi, adalah bukti iman yang teguh. Iman yang kuat menenangkan hati nurani, dan menenangkan jiwa, sehingga seperti kata Paulus, “damai sejahtera Allah, yang melampaui segala akal,” berkuasa penuh di sana (Fil. 4:7).

Artikel oleh John Calvin
Terjemahan oleh Tirza Rachmadi

No comments:

Post a Comment