Tuesday, July 31, 2018

Mazmur 106:21-34


Mereka melupakan Allah yang telah menyelamatkan mereka, yang telah melakukan hal-hal yang besar di Mesir. Sang nabi mengulangi, bahwa bangsa itu berdosa bukan karena ketidaktahuan, melainkan dengan sengaja. Allah telah menunjukkan kuasa dan kemuliaan-Nya dengan sangat jelas. Dan sebab Ia menyatakan diri-Nya dalam penciptaan langit dan bumi, kebutaan manusia tidak dapat dimaafkan. Namun jauh lebih berat dosa bangsa Israel, yang menolak-Nya sama sekali, setelah Ia membungkuk untuk menyatakan diri-Nya pada mereka, dan yang menyerahkan diri mereka pada penyembahan berhala. Dan Allah telah dari surga menunjukkan kuasa-Nya yang besar bagi keselamatan mereka. Tentunya itu bukan hal yang kecil, dan telah mendeklarasikan pujian dan kehormatan bagi nama-Nya yang agung. Seandainya Ia hanya memberikan tanda yang biasa akan kuasa-Nya pun, hal itu seharusnya mendapatkan perenungan yang cukup untuk memelihara bangsa itu dalam takut dan ibadah pada Allah.

Maka Ia mengatakan hendak memusnahkan mereka. Untuk menunjukkan betapa besarnya murka Allah, sang nabi mengatakan bahwa Ia bermaksud menghancurkan para pelanggar itu. Bukan karena Allah takluk pada nafsu emosi manusia, sehingga sebentar marah, kemudian setelah dibaiki, berubah pikiran. Dalam rencana-Nya yang tersembunyi, Ia telah menetapkan untuk mengampuni mereka. Namun sang nabi menyebutkan ini untuk tujuan lain, yaitu Allah bermaksud mengajar mereka untuk mengetahui dan mengakui kebesaran dosa mereka, dengan Ia menyebabkan takut dalam mereka, supaya mereka menjadi rendah hati. Inilah pertobatan yang sering disebut dalam Alkitab. Allah sendiri tidak berubah dalam diri-Nya. Tetapi Ia berbicara dengan cara manusia, supaya kita lebih merasakan kesadaran akan murka-Nya. Seperti seorang raja yang bermaksud mengampuni seorang pelanggar, namun memanggilnya ke hadapan takhta penghakiman, supaya ia sadar kebesaran kebaikan yang diberikan padanya. Maka Allah, sementara menyimpan rencana-Nya yang rahasia, menyatakan pada umat bahwa mereka telah melakukan pelanggaran yang pantas dihukum dengan kematian kekal.

Article by John Calvin
Translation by Tirza Rachmadi

Monday, July 30, 2018

Mazmur 106:19-20


Mereka membuat anak lembu di Horeb, dan sujud menyembah kepada patung tuangan. Sang Pemazmur menggambaran pemberontakan mereka sebagai kejahatan yang sangat besar. Mereka membuang ibadah sejati kepada Allah, dan membuat anak lembu untuk diri mereka. Sang nabi menyimpulkan, bahwa kehormatan Allah dirampok, dan kemuliaan-Nya dicemari. Dan memang demikian. Meski para penyembah berhala berpura-pura menyembah Allah dengan giat, namun pada saat yang sama mereka memunculkan ilah yang kelihatan bagi mereka, maka mereka menolak Allah yang sejati, dan membuat berhala bagi diri mereka tanpa kesalehan. Ia menegur kesalahan akan ketidaksalehan mereka lebih lagi, ketika ia katakan, bangunan sapi jantan yang makan rumput; dan mengontraskannya dengan kehormatan atau kemuliaan mereka. Allah telah memakaikan kemuliaan-Nya pada mereka. Kegilaan apa yang menggantikan-Nya, bukan hanya sekedar dengan lembu, tapi dengan bentuk mati dari lembu, seakan-akan ada kemiripan antara Allah yang menciptakan segala jenis makanan, dan hewan bodoh yang makan rumput?

Tujuan sang nabi adalah menunjukkan kebutaan manusia yang jahat dan menjijikkan. Mereka tidak puas dengan bentuk takhayul yang biasa, namun membuang segala rasa malu, dan menyerahkan diri pada bentuk penyembahan yang paling mengejutkan. Seandainya bentuk yang mereka ambil untuk menggambarkan Allah adalah manusia sekalipun, itupun merupakan pencurian kemuliaan Allah; betapa lebih memalukannya tingkah laku mereka yang menggambarkan Allah sebagai lembu? Manusia hanya dapat tetap hidup dari makan dan minum. Hal ini menunjukkan betapa rapuhnya mereka, sehingga demi kelangsungan hidup harus mengambil dari mahluk mati. Betapa besarnya ketidakhormatan pada Allah ketika Ia dibandingkan dengan suku-suku yang brutal? Terlebih lagi, perbandingan yang disebutkan menambah beratnya kesalahan mereka. Bagaimana umat yang suci dapat menyembah gambaran yang mati dari lembu, dan bukannya Allah yang sejati? Padahal Allah telah membungkuk untuk mengembangkan sayap kemuliaan-Nya di atas anak-anak Abraham, supaya Ia meletakkan mereka pada kehormatan tertinggi. Mereka membuang kehormatan itu, dan memamerkan kejahatan mereka sehingga dihina segala bangsa di bumi.

Article by John Calvin
Translation by Tirza Rachmadi

Sunday, July 29, 2018

Mazmur 106:14-18


Mereka dirangsang nafsu di padang gurun, dan mencobai Allah di padang belantara. Jika ditanyakan, bagaimana mereka tidak memperhatikan pimpinan Allah, maka jawabannya, karena mereka membenamkan diri dalam pemuasan nafsu mereka. Satu-satunya cara bertindak dengan penguasaan diri yang benar adalah, ketika Allah memerintah di atas afeksi perasaan kita. Maka lebih diperlukan lagi, mengekang kecenderungan kuat pada nafsu kedagingan yang merajalela dalam kita. Siapapun yang membiarkan dirinya menginginkan lebih daripada apa yang perlu, terang-terangan melawan Allah secara langsung, sebagaimana segala nafsu kedagingan berlawanan dengan Allah.

Mencobai Allah adalah tidak mengikuti kehendak-Nya, melainkan menginginkan lebih daripada apa yang Allah mau berikan. Ada banyak cara mencobai Allah, tapi yang disebutkan sang nabi di sini satu, yaitu bangsa itu demikian sombong sehingga mendefinisikan Allah sebagai sarana dari rencana mereka. Mereka menolak jalan yang seharusnya mereka ikuti. Mereka memberikan sifat baru kepada Allah, dengan kata lain, “Jika Allah tidak memberi makan daging pada kami, kami tidak akan menganggap-Nya Allah.” Ia sudah memberikan makanan yang seharusnya memuaskan mereka. Dan meski Allah tidak dibatasi oleh apapun juga, namun kehendak-Nya adalah batin kita menerima apa yang Ia tetapkan sebagai sarana kita. Misalnya, meski Ia dapat memelihara kita tanpa makanan, tapi kehendak-Nya adalah hidup kita ditopang melalui makanan. Jika kita mengabaikannya, dan ingin menunjukkan pada Allah jalan lain untuk memelihara kita, kita mencobai kuasa-Nya.

Bumi terbuka dan menelan Datan. Kejahatan dosa mereka dapat dilihat dalam kedalaman hukuman yang diberikan. Tetapi tujuan sang nabi adalah memperkarakan dan menegur di depan umum kekerasan kepala bangsa itu. Mereka tidak diperbaiki oleh teguran (meski balasan Allah begitu mengerikan sampai batu-batu pun goyang), malah semakin menjadi-jadi dalam kesalahan mereka.

Article by John Calvin
Translation by Tirza Rachmadi

Saturday, July 28, 2018

Mazmur 106:1-13


Ketika itu percayalah mereka kepada segala firman-Nya, mereka menyanyikan puji-pujian kepada-Nya. Sang Pemazmur menyatakan bahwa mereka percaya pada firman-Nya, dan menyanyikan pujian pada-Nya, bukan untuk memuji mereka, melainkan untuk menggandakan kebersalahan mereka. Mereka telah diyakinkan oleh kesaksian yang tak dapat diragukan, namun mereka segera melanjutkan pemikiran mereka seperti biasa, dan mulai memberontak terhadap Allah, seakan-akan mereka tidak pernah memandang karya-karya-Nya yang ajaib. Betapa tak dapat dimaafkannya, ketidaksalehan yang dapat lupa dalam sekejap berkat-berkat khusus yang mereka telah terpaksa akui! Sang Pemazmur katakan, mereka terpukau oleh keagungan karya Allah, sehingga mereka harus percaya pada-Nya dan memuji-Nya. Dan karena itu kejahatan pemberontakan mereka bertambah besar. Meski kekerasan kepala mereka dikalahkan, tapi mereka segera jatuh ke ketidakpercayaan mereka yang dulu. Muncul sebuah pertanyaan: iman sejati selalu sesuai dengan natur dari Firman, dan karena Firman adalah benih yang tak dapat binasa, maka meski hampir, namun tidak dapat dihancurkan sepenuhnya. Tetapi ada iman sementara, seperti disebutkan Markus (4:17), yang bukan buah dari Roh yang melahirbarukan, melainkan sekedar afeksi perasaan yang dapat berubah, dan segera berlalu. Iman yang diangkat sang nabi di sini bukanlah iman sukarela, melainkan iman dari keterpaksaan. Manusia, entah mau atau tidak, oleh kesadaran akan kuasa Allah, terpaksa menunjukkan hormat pada-Nya. Ayat ini harus direnungkan baik-baik, supaya jika seseorang telah menundukkan diri pada Allah, ia tidak menipu dirinya sendiri, tetapi mengetahui, bahwa batu penjuru dari iman adalah jika ia dengan spontan menerima Firman Allah dan dengan tetap bertekun dalam ketaatannya.
Perlu diperhatikan, satu-satunya sebab manusia tidak tahu terima kasih terhadap Allah, adalah karena menghina berkat-berkat-Nya. Jika ingatan akan berkat berakar dalam hati kita, maka kita memperoleh kekang untuk menjaga kita tetap takut pada-Nya.

Article by John Calvin
Translation by Tirza Rachmadi

Friday, July 27, 2018

Mazmur 105:31-45


Ia berfirman, maka datanglah lalat pikat, dan nyamuk-nyamuk di seluruh daerah mereka. Arti dari berfirman adalah lalat pikat dan nyamuk datang bukan karena kebetulan. Perintah tersebut diucapkan mulut Musa, sebab Allah menempatkan Musa sebagai duta-Nya, meski Ia dapat memerintahkannya sendiri. Yang penting adalah Allah memberikan kuasa yang sama pada Firman-Nya, ketika Ia memerintahkan seorang manusia untuk mengucapkannya, tidak kurang daripada jika Ia mengguntur dari surga. Ketika sang utusan melaksanakan tugasnya dengan setia, dengan mengatakan hanya apa yang Allah taruh dalam mulutnya, maka kuasa internal Roh Kudus menyertai suara eksternalnya.
Dituntun-Nya mereka keluar membawa perak dan emas. Sang nabi merayakan anugerah Allah yang menjaga umat pilihan aman dan tak tersentuh segala tulah. Jika mereka sama-sama terkena tulah, tangan Allah tidak akan nampak demikian jelas. Tetapi ketika orang Israel, di tengah segala bencana, mengalami kelepasan dari bahaya, pembedaan ini menggambarkan bagi kita kasih sayang Allah bagi umat-Nya.

Sebab Ia ingat akan firman-Nya yang kudus. Sang Pemazmur kembali menyebutkan sebab mengapa Allah bertindak demikian murah hati pada umat-Nya, dan memelihara mereka dengan kelemahlembutan; yaitu supaya Ia memenuhi janji-Nya. Ia telah mengikat kovenan dengan Abraham, dan menjadi Allah dari keturunannya. Bukannya tanpa sebab para nabi mengajar dengan hati-hati, bahwa kovenan cuma-cuma inilah sumber dari kelepasan dan kesejahteraan umat-Nya berlanjut. Anugerah Allah dikenal lebih jelas, karena apa yang terjadi, bukan tiba-tiba terjadi tanpa antisipasi, melainkan penggenapan janji yang Ia buat 400 tahun sebelumnya. Berjaman-jaman sebelumnya, Allah memberikan terang janji-Nya, supaya anugerah dan kebenaran-Nya nampak lebih jelas. Allah telah menjanjikannya pada Abraham; kekuatan kovenan tidak mati bersamanya. Allah terus menunjukkan, Ia setia pada keturunan Abraham.

Article by John Calvin
Translation by Tirza Rachmadi

Thursday, July 26, 2018

Mazmur 105:26-30


Diutus-Nya Musa, hamba-Nya, dan Harun yang telah dipilih-Nya. Musa disebut hamba Allah, untuk mengajar bahwa ia bukan memilih dirinya sendiri untuk jabatan itu, dan ia tidak mengusahakan apapun dengan kewenangannya sendiri, melainkan ia dipercayakan tanggung jawab itu. Hal yang sama dikatakan dengan lebih jelas lagi mengenai Harun, yang telah dipilih-Nya. Hal ini berlaku sama bagi kedua orang ternama ini: Allah mengutus Musa dan Harun, hamba-hamba-Nya, bukan karena kecakapan mereka, atau karena mereka menawarkan pelayanan mereka pada-Nya, tapi karena Ia memilih mereka. Kita diajar, bahwa orang-orang yang melayani dengan aktif dan bermanfaat bagi Gereja, tidak disiapkan oleh usaha mereka, atau dibentuk oleh talenta mereka, melainkan digerakkan Allah. Musa adalah orang dengan kebajikan heroik: tetapi pada dirinya sendiri ia bukan apa-apa. Sang nabi mau supaya semua yang layak dikenang dari Musa dan Harun, dilihat sebagai hasil karya Allah sendiri. Apapun yang manusia kerjakan untuk kesejahteraan Gereja, kemampuan itu dari Allah, yang dari kemurahan hati-Nya berkenan memberikan kehormatan demikian pada mereka.

Katak-katak berkeriapan di negeri mereka, bahkan di kamar-kamar raja mereka. Dalam ayat ini kita belajar, betapa mudahnya, seperti permainan, bagi Allah untuk merendahkan orang-orang yang membanggakan diri mereka dalam kedagingan. Ia tidak mengumpulkan bala tentara untuk memerangi Mesir, atau mempersenjatai malaikat-malaikat-Nya, atau mengguntur dari surga, melainkan memajukan katak, yang menginjak-injak kesombongan bangsa tersebut, bangsa yang memandang rendah seluruh dunia. Dikalahkan oleh musuh yang sangat kuat bukanlah aib; tetapi betapa memalukannya ditaklukkan oleh katak? Allah menunjukkan bahwa Ia tidak butuh tentara kuat untuk menghancurkan yang jahat; Ia dapat melakukannya, seperti permainan, kapan saja Ia berkehendak.

Article by John Calvin
Translation by Tirza Rachmadi

Wednesday, July 25, 2018

Mazmur 105:11-25

"Kepadamu akan Kuberikan tanah Kanaan, sebagai milik pusaka yang ditentukan bagimu." Sang nabi menunjukkan, bahwa sebagian janji Allah pada nenek moyang mereka telah digenapi sempurna. Maksudnya adalah mereka tidak memperoleh tanah Kanaan oleh hak lain kecuali sebagai milik pusaka sah Abraham menurut kovenan yang Allah buat dengannya. Jika seseorang menunjukkan jaminan yang disepakati oleh kontrak, maka ia tidak melanggar kontrak tersebut. Maka, ketika sang nabi membuktikan dengan simbol, bahwa Allah tidak membuat kovenan dengan hamba-hamba-Nya dengan sia-sia, dan bahwa Ia tidak mengecewakan pengharapan mereka, berkat-berkat lain dalam kovenan itu tidak dibatalkan atau diambil. Sebaliknya, ketika orang Israel mendengar bahwa mereka memperoleh tanah Kanaan oleh hak waris, karena mereka adalah umat pilihan Allah, selayaknya mereka memandang melampaui hal itu, dan mengambil sudut pandang menyeluruh akan semua hak istimewa yang telah Ia jamin sebagai milik istimewa mereka. Perlu diperhatikan, ketika Ia menepati sebagian janji-Nya pada kita, kita jahat dan tidak tahu bersyukur jika pengalaman itu tidak meneguhkan iman kita. Kapanpun Ia menunjukkan diri-Nya sebagai Bapa bagi kita, Ia memeteraikan di hati kita kuasa dan kekuatan janji-Nya. Jika tanah Kanaan seharusnya membawa umat Israel merenungkan surga, karena mereka tahu mereka dibawa ke dalamnya oleh kovenan yang Allah buat dengan mereka, betapa lebih lagi berharganya perenungan bahwa Ia telah memberikan Kristus-Nya pada kita “yang adalah "ya" dan “amin” bagi semua janji Allah” (2 Kor. 1:20).

Diutus-Nyalah seorang mendahului mereka: Yusuf, yang dijual menjadi budak. Allah mengatur perkara manusia oleh kendali-Nya yang rahasia, dan Ia menggunakan rencana jahat manusia untuk tujuan yang tepat, sebab penghakiman-Nya tak tersentuh oleh kerusakan manusia. Saudara-saudara Yusuf dengan jahat merencanakan kematiannya. Mereka menjualnya: kesalahan ada pada mereka. Sekarang renungkan bagaiman Allah mengarahkan dan mengendalikan segala sesuatu. Oleh tangan saudara-saudara ini, Ia menyediakan kebaikan untuk mereka dan ayah mereka Yakub, bahkan untuk seluruh Gereja.

Article by John Calvin
Translation by Tirza Rachmadi

Tuesday, July 24, 2018

Mazmur 105:6-10


Hai anak cucu Abraham, hamba-Nya, hai anak-anak Yakub, orang-orang pilihan-Nya! Sang Pemazmur menyebutkan namanya kepada kaum sebangsanya, yang telah Allah angkat menjadi anak-anak-Nya. Sebelum mereka dilahirkan sebaai anak-anak Abraham, mereka sudah menjadi ahli waris kovenan. Mereka lahir dari nenek moyang mereka yang kudus, dan nenek moyang mereka bukan mendapatkan hak istimewa ini dari jasa atau kebaikan mereka, melainkan mereka dipilih secara bebas. Karena itu Yakub disebut sebagai orang pilihan Allah. Dari kovenan ini dapat disimpulkan, meski Allah memerintah seluruh dunia, dan menjadi hakim di segala tempat, tetapi Ia teristimewa adalah Allah dari satu umat (ayat 7), menurut lagu pujian Musa (Ul. 32:8-9), “Ketika Sang Mahatinggi membagi-bagikan milik pusaka kepada bangsa-bangsa, ketika Ia memisah-misah anak-anak manusia, maka Ia menetapkan wilayah bangsa-bangsa menurut bilangan anak-anak Israel.

Tetapi bagian TUHAN ialah umat-Nya, Yakub ialah milik yang ditetapkan bagi-Nya.” Sekali lagi sang nabi ingin menunjukkan, anak-anak Israel lebih tinggi daripada yang lain, bukan karena mereka lebih baik daripada yang lain, tapi karena perkenanan Allah saja. Jika penghakiman Allah dilaksanakan di segala daerah planet bumi, keadaan segala bangsa dalam hal ini sama. Maka kesimpulannya, perbedaan yang disebutkan di atas adalah hasil dari cinta Allah, yaitu sumber superioritas bangsa Israel di atas bangsa-bangsa lain adalah perkenanan-Nya yang cuma-cuma. Meski Ia memiliki seluruh bumi, tetapi Ia memilih satu umat yang atasnya Ia memerintah. Doktrin ini juga berlaku bagi kita hari ini. Jika kita dengan tepat merenungkan panggilan kita, kita pasti menemukan, bahwa Allah tidak memiliki sebab lain untuk memilih kita dibanding yang lain, kecuali bahwa Ia berkenan demikian dari anugerah-Nya yang cuma-cuma.

Article by John Calvin
Translation by Tirza Rachmadi

Monday, July 23, 2018

Mazmur 105:4-5


Carilah TUHAN dan kekuatan-Nya, carilah wajah-Nya selalu! Di ayat sebelumnya Pemazmur membedakan orang beriman dengan gelar yang terhormat, orang-orang yang mencari TUHAN, namun sekali lagi ia mendorong mereka kepada kesungguhan dalam mencari-Nya. Dorongan ini bukan tidak diperlukan. Mencari Allah adalah tanda yang membedakan segala orang kudus sejati dari orang dunia. Tetapi mereka tetap masih kurang dari kesungguhan yang seharusnya. Maka mereka selalu perlu didorong, digerakkan, meski mereka sudah menjalankannya. Orang-orang yang Pemazmur dorong di sini bukanlah orang plin-plan, atau yang sama sekali malas, atau yang berpegang pada ketidakmurnian bumi. Ia mendorong mereka, karena ia mengerti ada banyak halangan yang mencegah mereka maju dengan kecepatan yang cukup. Betapa relanya pun kita, kita tetap perlu dorongan demikian untuk mengoreksi kelambatan kita. Kekuatan dan wajah TUHAN, merujuk pada penyataan yang Allah pakai untuk menarik orang percaya sejati pada diri-Nya, dengan memperhatikan kebodohan jaman. Tabut perjanjian sering disebut sebagai kekuatan dan wajah TUHAN, karena oleh simbol itu umat diingatkan, bahwa Ia dekat mereka, dan mereka sungguh-sungguh mengalami kuasa-Nya. Semakin akrab Allah menyatakan diri-Nya pada mereka, semakin bersiap dan segera umat itu harus menujukan hati mereka untuk mencari-Nya. Pertolongan yang Allah berikan untuk kelemahan kita, seharusnya menjadi tambahan dorongan pada kesungguhan kita. Kerendahan hati juga diperlukan. Kita harus sadar akan kelambanan kita mencari Allah, supaya kita tetap pada jalan yang Ia telah tunjukkan pada kita, dan tidak menghina benih yang Ia pakai sedikit demi sedikit untuk membawa kita pada diri-Nya. Dikatakan selalu, supaya jangan ada yang menyerah, atau dengan bodoh dan besar kepala menganggap dirinya sudah sampai pada kesempurnaan sehingga mengabaikan sarana-sarana eksternal yang membawa pada kesalehan. Banyak orang, setelah maju beberapa tingkat dalam pengenalan akan Allah, mengangkat diri mereka di atas semua orang, seakan-akan mereka lebih tinggi dari para malaikat.

Article by John Calvin
Translation by Tirza Rachmadi

Sunday, July 22, 2018

Mazmur 105:1-3


Bersyukurlah kepada TUHAN, serukanlah nama-Nya, perkenalkanlah perbuatan-Nya di antara bangsa-bangsa! Tujuan kata-kata ini adalah, supaya keturunan Abraham meletakkan segala kebahagiaan mereka dalam pengangkatan mereka menjadi anak-anak Allah secara cuma-cuma. Memang diciptakan sebagai manusia saja, bukanlah berkat yang rendah, seperti juga dipelihara oleh kasih sayang kebapaan-Nya, dan menerima topangan tangan-Nya. Namun jauh lebih istimewa dipilih menjadi umat-Nya yang khusus. Seluruh umat manusia menerima penghukuman dalam Adam, tetapi keadaan orang Israel begitu berbeda dari segala bangsa lain, sehingga mereka dapat bermegah, bahwa mereka dikuduskan bagi Allah. Inilah sebab sang nabi menimbun demikian banyak kata untuk memuji anugerah-Nya. Ia tidak membicarakan pemerintahan seluruh dunia seperti di Mazmur sebelumnya, melainkan merayakan kebaikan Allah sebagai Bapa yang dinyatakan pada anak-anak Israel. Ia menyebutkan secara umum karya-Nya, dan perbuatan-Nya yang ajaib, tapi ia membatasi kedua hal itu pada kovenan spiritual yang olehnya Allah memilih gereja-Nya, yang menjalani hidup surgawi di bumi. Dalam perbuatan ajaib ini, ia tidak memaksudkan hal-hal seperti matahari, bulan dan bintang setiap hari muncul untuk menyinari dunia, atau bumi menghasilkan buah pada musimnya, atau semua makhluk hidup dipelihara dengan kelimpahan makanan yang baik, atau keluarga umat manusia diberi begitu banyak kenyamanan. Melainkan ia merayakan anugerah Allah yang berdaulat, yang olehnya Ia memilih dari ras Adam yang terhilang sebagian kecil orang, yang Ia anggap sebagai anak-anak-Nya. Maka ia menyuruh mereka bermegah dalam nama-Nya yang kudus, dan menyeru nama-Nya. Ini adalah hak istimewa yang hanya dimiliki Gereja. Kesimpulannya, ungkapan ini hanya ditujukan pada orang percaya sejati, yang Allah punyai untuk kemuliaan dalam nama-Nya, sebab Ia telah memilih mereka untuk perlindungan khusus dari-Nya.

Article by John Calvin
Translation by Tirza Rachmadi

Saturday, July 21, 2018

Mazmur 104:33-35


Aku hendak menyanyi bagi TUHAN selama aku hidup, aku hendak bermazmur bagi Allahku selagi aku ada. Di sini sang Pemazmur menunjukkan kepada orang-orang lain kewajiban mereka dengan teladannya sendiri. Sepanjang hidupnya ia akan menyatakan pujian Allah tanpa menjadi lelah. Satu-satunya batasan yang ia tetapkan untuk merayakan pujian Allah adalah kematian. Bukan karena para orang saleh, ketika meninggalkan dunia ini dan masuk ke keberadaan yang lain, berhenti bertugas. Tetapi karena tujuan kita diciptakan, adalah supaya nama Allah dirayakan oleh kita di bumi. Sang Pemazmur sadar, ia tidak layak mempersembahkan korban yang berharga pada Allah, maka dengan rendah hati ia memohon, supaya puji-pujian yang ia nyanyikan bagi Allah kiranya diterima-Nya, meski keluar dari mulut yang tercemar. Benar, tidak ada hal yang lebih diperkenan Allah, daripada pernyataan puji-pujian bagi-Nya, dan tidak ada ibadah lain yang Ia tuntut lebih dari kita. Namun kekotoran kita mencemari apa yang paling suci pada hakekatnya. Maka sang nabi memiliki alasan yang kuat untuk memohon kebaikan Allah, dan atas dasar itu sajalah memohon Allah menerima nyanyian pujiannya. Sang Rasul dalam Ibr. 13:15 mengajar, bahwa persembahan syukur kita menyenangkan Allah, ketika diberikan melalui Kristus. Namun, sementara semua orang tanpa kecuali menikmati berkat Allah, namun sangat sedikit yang memandang pada pemberinya. Sang nabi mengatakan, aku akan bersukacita dalam Tuhan. Ini adalah kebajikan yang langka. Tidak ada yang lebih sulit daripada memanggil pulang batin dari sukaria yang liar, yang tersebar di langit dan bumi, supaya tertuju pada diri Allah saja.
     
Biarlah habis orang-orang berdosa dari bumi, dan biarlah orang-orang fasik tidak ada lagi! Biarlah kita menghormati providensia Allah, dengan sepenuhnya tertuju kepada ketaatan pada-Nya, supaya dengan benar dan murni kita menggunakan berkat-berkat yang Ia kuduskan untuk kita nikmati. Biarlah kita berduka, jika harta karun itu difoya-foyakan, dan biarlah kita menilai jahat jika manusia melupakan Pencipta-Nya, dan menyalahgunakan hal-hal baik yang Ia telah limpahkan pada mereka.

Article by John Calvin
Translation by Tirza Rachmadi

Friday, July 20, 2018

Mazmur 104:29-32

Apabila Engkau menyembunyikan wajah-Mu, mereka terkejut; apabila Engkau mengambil roh mereka, mereka mati binasa dan kembali menjadi debu. Sang Pemazmur menyatakan, kita tegak atau jatuh berdasarkan kehendak Allah. Kita masih hidup selama Ia menopang kita dengan kuasa-Nya. Sesegera Ia menarik kembali roh-Nya yang menghidupkan, kita mati. Bahkan Plato pun mengetahui hal ini; ia begitu sering mengajarkan bahwa hanya ada satu Allah, dan segala sesuatu berada hanya dalam-Nya. Aku tidak meragukan, bahwa kehendak Allahlah, melalui para penulis kafir ini, untuk menyadarkan semua orang akan pengenalan tersebut, yaitu mereka memperoleh hidup mereka dari sumber lain di luar diri mereka sendiri. Pertama, sang Pemazmur mengatakan, jika Allah menyembunyikan wajah-Nya, mereka takut. Kedua, jika Ia mengambil roh mereka, mereka mati dan kembali menjadi debu. Oleh kata-kata ini ia menunjukkan, ketika Allah menjamin untuk memandang pada kita, pandangan itu memberi kita hidup, dan selama muka-Nya menyinari, segala makhluk diinspirasikan oleh hidup. Kebutaan kita dua kali lipat tidak dapat dimaafkan, jika kita tidak melayangkan mata kita pada kebaikan yang memberikan hidup pada seluruh dunia. Sang nabi menggambarkan langkah demi langkah kehancuran mahluk hidup, ketika Allah menarik kembali energi-Nya yang tersembunyi, supaya dari kontras itu lebih jelas bagaimana Allah menginspirasikan segala sesuatu yang dipelihara dalam hidup dan kekuatan. Ia dapat melanjutkan, bahwa segala sesuatu akan kembali menjadi ketiadaan, kecuali Allah yang menopang keberadaannya; namun ia cukup menegaskan dalam bahasa yang umum, bahwa apapun yang tidak dipelihara oleh-Nya akan jatuh dalam kebinasaan.

Ketika kita melihat dunia menuju kehancuran hari demi hari, dan diperbarui dari hari ke hari, kuasa Allah yang menghidupkan direfleksikan di sana, seperti pada sebuah cermin. Segala kematian yang terjadi di antara makhluk hidup, hanyalah contoh dari keberadaan kita yang bukan apa-apa. Ketika ada mahluk ciptaan yang baru dan bertumbuh sebagai gantinya, kita melihat pembaharuan dunia. Karena dunia setiap hari mati, dan setiap hari diperbarui di berbagai tempat, kesimpulannya adalah, keberadaannya hanyalah oleh kebajikan rahasia dari Allah.

Article by John Calvin
Translation by Tirza Rachmadi

Thursday, July 19, 2018

Mazmur 104:27-28


Semuanya menantikan Engkau, supaya diberikan makanan pada waktunya. Sang nabi menggambarkan Allah bertindak sebagai kepala sebuah rumah tangga, dan bapa asuh terhadap segala jenis makhluk hidup, dengan Ia menyediakan kebutuhan mereka dengan murah hati. Allah menumbuhkan makanan di gunung untuk ternak, dan pemeliharan diberikan pada singa-singa oleh tangan Allah yang sama, meski mereka hidup dengan memangsa. Sang nabi mengagungkan keajaiban kebaikan Allah oleh satu hal lagi. Jumlah spesies mahluk hidup hampir tak terhitung, dan jumlahnya dalam satu spesies begitu besar, namun tidak ada satupun yang tidak butuh makanan setiap hari. Mereka tidak dapat terus hidup, kecuali Allah menyediakan kebutuhan mereka, dan memelihara setiap individu. Maka ada kekayaan keanekaragaman buah, sebab Allah menetapkan makanan yang cocok dan tepat bagi setiap spesies. Binatang buas tidak memiliki rasio dan penilaian untuk mencari kebutuhan mereka dari Allah, melainkan mereka membungkuk mencari makanan mereka dari bumi. Tetapi tepatlah sang nabi yang menggambarkan mereka menantikan Allah, sebab rasa lapar mereka harus dipuaskan oleh kemurahan-Nya, jika tidak, mereka mati. Penjelasan pada waktunya tidak berlebihan, sebab Allah menyediakan penyimpanan bagi mereka, supaya sepanjang tahun mereka mendapat makanan. Bumi menutup kandungannya pada musim dingin, maka apa jadinya hewan-hewan jika mereka tidak mendapat makanan untuk waktu yang lama? Mujizat yang besar, bahwa Allah membuat bumi berbuah sesuai musimnya, dan dengan itu Ia menyediakan berkat-Nya untuk sisa waktu dalam setahun yang mengancam kita dengan kelaparan. Jika Allah menyediakan makanan bagi hewan liar dan buas pada waktunya sampai mereka kenyang, tentulah berkat-Nya untuk kita sumber kelimpahan yang tak habis-habisnya, jika kita tidak menghalangi alirannya dengan ketidakpercayaan kita.

Article by John Calvin
Translation by Tirza Rachmadi

Wednesday, July 18, 2018

Mazmur 104:5-26


Yang telah mendasarkan bumi di atas tumpuannya, sehingga takkan goyang untuk seterusnya dan selamanya. Tidak ada yang tetap di dalam dunia, selain yang ditopang oleh tangan Allah. Dunia tidak dibuat oleh dunia sendiri, maka sebagai akibatnya, seluruh keteraturan alam bergantung hanya pada penetapan-Nya, di mana setiap elemen memiliki keunikannya sendiri. Kata-kata sang nabi bukan hanya sekedar ajakan mengucap syukur; melainkan dimaksudkan untuk memperkuat keyakinan kita berkaitan dengan masa depan, supaya kita tidak hidup di dunia dalam keadaan takut dan kuatir, sebagaimana jadinya jika Allah tidak menyatakan bahwa Ia telah memberikan bumi sebagai tempat tinggal manusia. Ini adalah berkat yang istimewa, yang Ia berikan pada kita, sehingga kita dapat diam di atas bumi dengan pikiran yang tenang, dengan Ia memberikan jaminan bahwa Ia mendasarkannya di atas tiang-tiang yang kekal. Meski kota-kota sering hancur oleh gempa bumi, namun bumi itusendiri tetap tinggal. Segala gangguan yang menyerang bumi lebih menegaskan kebenaran berikut pada kita, bahwa bumi dapat ditelan habis pada setiap saat, jika bukan kuasa tersembunyi Allah yang memeliharanya.  

Dan anggur yang menyukakan hati manusia. Dalam kata-kata ini kita diajar, bukan saja Allah menyediakan kebutuhan manusia, dan melimpahkan mereka apa yang diperlukan untuk hidup biasa-biasa, tetapi dengan kebaikan-Nya Ia dengan bermurah hati menggirangkan hati mereka dengan anggur dan minyak. Alam puas dengan air untuk diminum; penambahan anggur adalah kedermawanan Allah. Aturan mengenai apa yang kita perlukan untuk pemeliharaan tubuh adalah mengambil supaya kita ditopang, bukan ditekannya. Dalam sang nabi membicarakan tentang kebaikan Allah dalam providensia-Nya, ia tidak menyebutkan ekses berlebih-lebihan dari manusia, maka kita dapat simpulkan, bahwa anggur bukan saja boleh diminum ketika perlu, tetapi untuk membuat kita gembira. Namun kegembiraan ini harus ditemani oleh penguasaan diri. Pertama, supaya orang tidak lupa diri, menumpulkan indera mereka, dan merusak kekuatan mereka, melainkan bersukaria di hadapan Allah, menurut kata Musa (Im. 23:40). Kedua, supaya mereka membangkitkan batin mereka dengan ucapan syukur, sehingga melayani Allah dengan lebih giat lagi.

Article by John Calvin
Translation by Tirza Rachmadi

Tuesday, July 17, 2018

Mazmur 104:1-4


Yang berselimutkan terang seperti kain, yang membentangkan langit seperti tenda. Jika manusia berusaha mencapai ketinggian kemuliaan Allah, mereka pasti gagal, meski mereka terbang di atas awan. Orang-orang yang berusaha memandang Allah dalam kemuliaan-Nya semata, sangatlah bodoh. Supaya kita dapat menikmati penampakan-Nya, Ia harus datang dalam jubah-Nya; yaitu, kita harus memandang pada tenunan indah dunia ini, yang melaluinya Ia mau kita melihat-Nya, dan kita jangan terlalu ingin tahu dan kurang ajar dalam mengintip ke dalam esensi rahasia-Nya. Sekarang, karena Allah menampakkan diri-Nya pada kita dengan terang sebagai jubah-Nya, maka orang-orang yang mencari alasan untuk hidup tanpa pengenalan akan Dia, tidak bisa mengatakan Ia tersembunyi dalam kegelapan, sebagai alasan kemalasan mereka. Dikatakan langit seperti tenda, bukan berarti Allah bersembunyi di bawahnya, tetapi oleh langit kemuliaan dan keagungan Allah dinyatakan, seperti sebuah kemah kerajaan.

Yang bergerak di atas sayap angin.  Angin tidak bertiup secara kebetulan, kilat tidak menyambar oleh takdir, melainkan Allah, dalam kuasa kedaulatan-Nya, memerintah dan mengatur segala pergerakan dan gangguan dalam atmosfir. Ada dua manfaat dari doktrin ini. Pertama, jika ada angin yang merusak, atau angin selatan mengotori udara, atau angin utara mengeringkan jagung, bahkan bukan saja mencabut pohon sampai akarnya, tetapi menunggangbalikkan rumah, dan angin lain menghancurkan segala hasil bumi, kita harus gemetar di bawah cambuk Providensia Allah. Kedua, jika Allah meringankan panas dengan angin lembut yang menyejukkan, jika Ia membersihkan atmosfir yang kotor dengan angin utara, atau jika Ia membasahi tanah kering dengan angin selatan; dalam semuanya itu kita harus merenungkan kebaikan-Nya.

Article by John Calvin
Translation by Tirza Rachmadi

Monday, July 16, 2018

Mazmur 103:19-22


TUHAN sudah menegakkan takhta-Nya di sorga dan kerajaan-Nya berkuasa atas segala sesuatu. Setelah menghitung segala berkat Allah yang meletakkan kita secara khusus, dan seluruh Gereja, di bawah kewajiban pada-Nya, sekarang Daud memuji kemuliaan-Nya yang tak terbatas. Artinya, kapanpun Allah disebut, manusia harus belajar merenungkan hal-hal yang tinggi di atas dunia, karena kemuliaan-Nya melampaui segala langit. Dan manusia harus belajar untuk tidak mengukur kuasa-Nya oleh ukuran manusia, karena kuasa Allah membawahi segala kerajaan dan pemerintahan.

Pujilah TUHAN, hai malaikat-malaikat-Nya, hai pahlawan-pahlawan perkasa yang melaksanakan firman-Nya dengan mendengarkan suara firman-Nya. Supaya jangan seorang pun mengira bahwa hanya ciptaan di bumilah yang berada di bawah kekuasaan Allah, sang Pemazmur menujukan kata-katanya pada para malaikat. Dengan itu ia mengajar baik dirinya sendiri dan semua orang saleh, bahwa tidak ada kegiatan yang lebih baik atau lebih berharga daripada memuji Allah. Tidak ada pelayanan yang lebih baik, yang di dalamnya bahkan para malaikat pun ikut serta. Malaikat tidak memerlukan dorongan dari kita, karena mereka dengan sukarela dan dengan segera melaksanakan tugas ini. Bagaimana mungkin kita, yang demikian malas, mengambil tugas mendorong mereka? Namun meski mahluk-mahluk mulia ini berlari dengan cepat mendahului kita, dan kita dengan susah payah mengikuti mereka, namun Daud mendorong mereka menyanyikan pujian bagi Tuhan, demi kepentingan kita, supaya teladan mereka membangunkan kita. Daud mengajar kita, bahwa tujuan tertinggi yang dipegang para malaikat adalah memajukan kemuliaan Allah. Sementara ia memakaikan kata perkasa pada para malaikat di satu kalimat, di kalimat berikutnya ia menggambarkan mereka berpegang pada Firman Allah, menantikan perintah-Nya, -- yang melaksanakan Firman-Nya. Dengan itu ia mengatakan, seberapa besarnya pun kekuatan yang engkau dapatkan, namun engkau mendapati tidak ada yang lebih mulia daripada menaati Allah. Dan bukan saja mereka melaksanakan perintah-perintah Allah, tetapi ketaatan mereka tidak menunda-nunda. Mereka selalu siap mengerjakan apapun yang Ia perintahkan.

Article by John Calvin
Translation by Tirza Rachmadi

Sunday, July 15, 2018

Mazmur 103:18


[Kasih setia TUHAN] bagi orang-orang yang berpegang pada perjanjian-Nya dan yang ingat untuk melakukan titah-Nya. Bagi orang munafik, tidak ada yang lebih mudah daripada menganggap mereka diperkenan Allah, atau bagi anak-anak yang fasik untuk menganggap janji pada bapa mereka sebagai milik mereka sendiri tanpa sebab. Maka di ayat ke-18 ini dinyatakan lagi, bahwa Allah hanya berbelas kasihan pada orang-orang yang berpegang pada perjanjian-Nya. Ini tidak diperhatikan oleh orang tak beriman karena kejahatan mereka. Berpegang atau memelihara perjanjian-Nya diletakkan di sini sebagai ganti takut akan Allah, perlu diperhatikan. Dengan itu Daud memaksudkan, bahwa tidak ada penyembah sejati Allah, selain mereka yang dengan hormat menaati Firman-Nya. Jauh dari hal ini adalah para pengikut Paus, yang menganggap diri mereka sama sucinya dengan malaikat, namun melemparkan kuk Allah seperti hewan liar, dengan menginjak-injak Firman kudus-Nya. Dengan tepat Daud menilai kesalehan orang melalui ketundukkan mereka pada Firman Allah, dan ketaatan pada hukum yang Ia berikan pada mereka. Perjanjian dimulai dengan hal yang khidmat berisi janji karunia. Iman dan doa dibutuhkan, di atas segalanya, untuk memelihara perjanjian itu.

Yang ingat untuk melakukan titah-Nya. Meski Allah terus menerus mengingatkan titah-Nya pada kita, namun kita segera tergelincir masuk kekuatiran duniawi, dikacaukan oleh berbagai kesibukan, dan dininabobokan oleh banyak godaan. Kelupaan memadamkan cahaya kebenaran, kecuali orang beriman mendorong diri mereka sendiri dari waktu ke waktu. Daud memberitahu kita, bahwa ingatan akan perintah Allah memiliki efek yang menguatkan kita ketika kita menaatinya. Terlalu banyak orang yang cekatan membicarakan perintah Allah dengan lidah, sementara kaki dan tangan mereka tidak melakukan apa-apa untuk melayani-Nya.

Article by John Calvin
Translation by Tirza Rachmadi

Saturday, July 14, 2018

Mazmur 103:17


Tetapi kasih setia TUHAN dari selama-lamanya sampai selama-lamanya atas orang-orang yang takut akan Dia, dan keadilan-Nya bagi anak cucu. Sang Pemazmur tidak meninggalkan apapun bagi manusia untuk menjadi sandaran, kecuali belas kasihan Allah. Adalah kebodohan yang besar untuk mencari dasar keyakinan dalam diri mereka sendiri. Setelah menunjukkan kekosongan manusia, ia menambahkan penghiburan yang tepat, yaitu meski mereka tidak memiliki kehebatan pada diri mereka sendiri, selain yang segera menghilang sebagai asap, namun Allah adalah sumber hidup yang tak habis-habisnya, untuk menyediakan keperluan mereka. Kontras ini perlu diperhatikan, sebab kepada siapa Ia memberikan segala kelebihan? Kaum beriman yang dilahirbarukan oleh Roh Allah, dan yang menyembah-Nya dengan penyerahan sejati, inilah orang-orang yang pengharapannya hanya disandarkan pada kebaikan Allah saja. Karena kebaikan Allah itu kekal, kelemahan dan kerapuhan orang beriman tidak menghalangi mereka dari bermegah dalam keselamatan kekal sampai akhir hidup mereka, dan bahkan dalam kematian itu sendiri. Daud tidak membatasi pengharapan mereka hanya dalam waktu: ia memandangnya sama seperti kasih karunia yang menjadi dasarnya. Kepada kasih setia ditambahkan keadilan, yang artinya adalah perlindungan Allah yang membela dan menjaga umat-Nya. Ia disebut adil, bukan karena Ia memberi balasan pada setiap orang berdasarkan apa yang pantas, melainkan karena Ia berlaku setia kepada orang-orang saleh-Nya, dalam Ia melindungi mereka dengan tangan-Nya. Sang nabi dengan tepat meletakkan keadilan setelah kasih setia, sebagai buah dari kasih setia. Ia juga menegaskan bahwa hal itu mencapai sampai pada anak-anak dan cucu-cucu, menurut Ulangan 7:9, “Allah memegang perjanjian dan kasih setia-Nya sampai kepada beribu-ribu keturunan.” Ini sebuah tanda istimewa akan kasih-Nya, bahwa bukan saja Ia menerima masing-masing kita dalam perkenanan-Nya, tetapi juga mengaitkan keturunan kita, seakan-akan adalah hak waris, sehingga mereka juga boleh berbagian dalam adopsi yang sama. Tak mungkin Ia akan membuang kita, sementara Ia menerima anak cucu kita dalam perlindungan-Nya, dan menunjukkan dalam diri mereka betapa berharganya keselamatan kita di mata-Nya.

Article by John Calvin
Translation by Tirza Rachmadi

Friday, July 13, 2018

Mazmur 103:14-16


Sebab Dia sendiri tahu apa kita, Dia ingat, bahwa kita ini debu. Daud menghapus segala nilai yang manusia letakkan pada dirinya sendiri, dan menegaskan bahwa hanya kesengsaraan kitalah yang membuat Allah demikian sabar terhadap kita. Hal ini harus kita ingat, bukan hanya untuk menundukkan kesombongan kedagingan kita, melainkan juga supaya kesadaran akan ketidaklayakan kita tidak mencegah kita percaya pada-Nya. Semakin rendah dan hina keadaan kita, semakin Allah bersedia untuk menunjukkan belas kasihan-Nya, sebab ingatan bahwa kita adalah tanah liat dan debu cukup untuk menggerakkan-Nya bermurah hati pada kita.

Adapun manusia, hari-harinya seperti rumput, . . . apabila angin melintasinya, maka tidak ada lagi ia, dan tempatnya tidak mengenalnya lagi. Segala kehebatan manusia layu, seperti bunga yang lenyap pada tiupan angin yang pertama. Meski kita dihiasi dengan bakat-bakat alamiah selama kita hidup di dunia ini, dan “di dalam Dia kita hidup, kita bergerak, kita ada” (Kis. 17:28); namun kita tidak memiliki apapun selain yang bergantung pada kehendak yang lain, dan yang dapat diambil dari kita tiap jam, hidup kita hanya sebuah pertunjukkan atau bayangan yang segera berlalu. Hal yang dibahas di sini, adalah tepatnya kesementaraan hidup, yang Allah perhatikan dalam mengampuni kita dengan belas kasihan-Nya, seperti dikatakan di Mazmur lain: “Ia ingat bahwa mereka itu daging, angin yang berlalu, yang tidak akan kembali” (Mzm. 78:39). Jika ditanyakan, mengapa Daud tidak menyebutkan jiwa, yang adalah bagian utama dari manusia, dan hanya menyatakan kita sebagai debu dan tanah liat, jawabannya adalah, ketika Allah melihat bahwa tidak ada hal dalam hidup kita yang melebihi kerapuhannya, hal itu cukup untuk mendorong-Nya menopang kita dalam belas kasihan-Nya. Dan meski jiwa tetap hidup, setelah lepas dari penjara tubuh ini, namun bukan dari kekuatannya sendiri. Jika Allah menarik anugerah-Nya, jiwa bukanlah apa-apa selain satu nafas atau tiupan, seperti tubuh hanyalah debu. Dalam diri manusia tidak ada yang dapat ditemukan selain kesia-siaan.

Article by John Calvin
Translation by Tirza Rachmadi

Thursday, July 12, 2018

Mazmur 103:9-13


Tidak selalu Ia menuntut, dan tidak untuk selama-lamanya Ia mendendam. Dari sifat-sifat Allah di ayat sebelumnya, Daud menarik kesimpulan, ketika kita melawan Allah, Allah tidaklah menutup pintu untuk perdamaian, karena sifat-Nya adalah condong untuk memaafkan. Pernyataan ini penting. Dosa-dosa kita akan selalu menutup pintu untuk kebaikan-Nya, jika tidak ada kemungkinan untuk marah-Nya diredakan. Daud menyiratkan, bahwa Allah bertindak terhadap para pendosa untuk meletakkan mereka di bawah kesadaran sejati akan kesalahan mereka. Tetapi setelah mereka tunduk dan rendah hati, Ia berhenti. Allah berbicara dalam cara yang berbeda di Kej. 6:3, “Roh-Ku tidak akan selama-lamanya tinggal di dalam manusia,” karena setelah kejahatan manusia dibuktikan dengan lengkap, tibalah waktunya untuk menghukum mereka. Namun di Mazmur ini, Daud mengatakan bahwa Allah tidak selama-lamanya marah, karena Ia begitu siap berdamai dan mengampuni, sehingga Ia tidak menuntut secara kaku apa yang mungkin dituntut oleh keadilan.    

Sejauh timur dari barat, demikian dijauhkan-Nya dari pada kita pelanggaran kita. Pemazmur tidak membicarakan perlakuan Allah pada seluruh dunia, melainkan bagaimana Ia menyatakan diri-Nya pada orang beriman. Dari situ nampak jelas, bahwa Ia bukan membicarakan belas kasihan Allah yang pertama-tama mendamaikan kita dengan diri-Nya, melainkan yang mengikuti orang-orang yang telah Ia rangkul dalam kasih kebapaan-Nya. Ada satu belas kasihan yang membangkitkan kita dari mati kepada hidup, ketika kita adalah orang-orang asing bagi-Nya, dan ada belas kasihan yang lain, yang menopang hidup yang telah dipulihkan kembali ini. Berkat pertama itu akan hilang selamanya, jika Ia tidak meneguhkannya dengan mengampuni dosa kita setiap hari. Dari sana kita temukan, betapa mengerikannya kesalahan para pengikut Paus yang mengira, pengampunan dosa yang cuma-cuma hanya diberikan satu kali saja, dan setelah itu keadilan diperoleh atau dipertahankan melalui jasa perbuatan baik kita, dan kesalahan apapun dihapuskan oleh pembayaran yang sepadan. Di sini Daud tidak membatasi satu periode waktu di mana Allah memperdamaikan kita pada diri-Nya, dalam tidak memperhitungkan dosa-dosa kita, melainkan memperpanjangnya bahkan sampai akhir hidup.

Article by John Calvin
Translation by Tirza Rachmadi

Wednesday, July 11, 2018

Mazmur 103:7-8


Ia telah memperkenalkan jalan-jalan-Nya kepada Musa, perbuatan-perbuatan-kepada orang Israel. Kita harus mengerti, bahwa pengenalan yang sejati akan Allah sesuai dengan apa yang ditemukan iman dalam Firman yang tertulis. Allah tidak menghendaki kita mencari-cari ke dalam esensi rahasia-Nya, kecuali sejauh Ia menyatakan diri-Nya pada kita. Hal ini harus mendapat perhatian khusus kita. Kita lihat, di mana pun Allah disebutkan, pikiran manusia melayang-layang kepada spekulasi-spekulasi dingin, dan memusatkan perhatian pada apa yang dapat dilihat, dan yang dapat menyediakan gambaran yang hidup tentang sifat Allah. Pada apapun juga manusia menujukan pikirannya, tidak ada yang memberikan manfaat lebih besar daripada perenungan terus-menerus mengenai hikmat, kebaikan, keadilan, dan belas kasihan Allah. Khususnya pengenalan akan kebaikan-Nya sangat tepat untuk membangun iman kita, dan menggambarkan pujian-Nya. Paulus dalam Ef. 3:18 menyatakan, bahwa ketinggian, panjang, lebar, dan dalamnya kita adalah mengetahui kekayaan anugerah yang tak terucapkan, yang dinyatakan pada kita dalam Kristus. Ini juga alasan mengapa Daud, mengutip Musa, mengagungkan anugerah Allah lewat berbagai ungkapan. Pertama, tidak ada kesalahan yang lebih parah daripada kesombongan yang mencuri pujian milik Allah, dan tidak ada kesalahan yang demikian kuat mengakar dalam hati kita, sehingga sulit dihapuskan. Allah bangkit, dan menegaskan anugerah-Nya, yang olehnya kita berdiri, supaya kecongkakan daging kita yang menantang surga ditiadakan. Ketika kita harus bersandar pada anugerah Allah, batin kita goyang dan goyah, dan tidak ada yang lebih sulit daripada mengakui bahwa Ia berbelas kasihan pada kita. Untuk menghadapi dan mengalahkan keadaan batin demikian, Daud mengikuti contoh Musa menggunakan ungkapan berikut: pertama, Allah itu penyayang; kedua, Ia pengasih; ketiga, Ia sabar dan menanggung dosa-dosa manusia; dan, terakhir, Ia berlimpah dalam belas kasihan dan kebaikan.

Article by John Calvin
Translation by Tirza Rachmadi

Tuesday, July 10, 2018

Mazmur 103:4-7


Dia yang menebus hidupmu dari lobang kubur, yang memahkotai engkau dengan kasih setia dan rahmat. Sang Pemazmur menyatakan dengan lebih jelas, bagaimana kondisi kita sebelum Allah menyembuhkan kita: mati dan berada dalam kubur. Perenungan bahwa belas kasihan Allah melepaskan kita dari kematian dan kehancuran, seharusnya membuat kita lebih menghargainya. Jika kebangkitan jiwa dari kubur adalah langkah pertama dari hidup rohani, di manakah ada ruang bagi kemuliaan diri manusia? Berikutnya, sang nabi mengajar kita, bahwa anugerah Allah yang tiada bandingnya bersinar terang pada awal keselamatan kita, dan seluruh perkembangannya. Untuk lebih menyatakan kebesaran belas kasihan Allah, ia menggunakan bentuk jamak pada kata rahmat. Ia mengatakan, bahwa kita dikelilingi olehnya. Di depan, di belakang, di segala sisi, di atas dan bawah, rahmat Allah ada bagi kita dalam kelimpahan yang tak terukur. Tidak ada tempat yang kekurangan anugerah. Kebenaran yang sama ia agungkan dalam kata-kata berikutnya, hasratmu (terjemahan lain: mulutmu) dipuaskan. Pengumpamaan ini merujuk pada pemuasan indera pengecap, ketika kita memiliki meja makan yang penuh. Orang-orang yang berkekurangan makanan hampir tidak berani makan sampai setengah kenyang. Bukan berarti kerakusan atau keserakahan menelan berkat Allah itu disetujui, seperti orang tanpa penguasaan diri dalam kelimpahan. Namun ungkapan ini dipinjam dari kebiasaan manusia, untuk mengajar bahwa kebaikan apapun yang diinginkan hati kita, datangnya dari kemurahan Allah, bahkan sampai kepuasan yang penuh. Sang Pemazmur menambahkan, bahwa Allah terus menerus memberikannya semangat baru, sehingga kekuatannya berlanjut tanpa kekurangan, seperti nabi Yesaya (65:20) katakan tentang pemulihan Gereja, bahwa orang berumur 100 tahun akan menjadi seperti seorang anak. Arti ungkapan ini adalah Allah memberikan persediaan hal-hal baik yang berkelimpahan, dan semangat dalam batin, sehingga ia dapat menikmati semua itu, dan kekuatannya terus diperbarui.

Article by John Calvin
Translation by Tirza Rachmadi

Monday, July 9, 2018

Mazmur 103:1-3


Pujilah TUHAN, hai jiwaku! Pujilah nama-Nya yang kudus, hai segenap batinku! Sang nabi mendorong dirinya untuk mengucap syukur. Dari contohnya ada pelajaran bagi setiap orang akan kewajiban masing-masing. Tanpa ragu, kemalasan kita dalam hal ini perlu selalu dicambuk. Jika sang nabi, yang memiliki api gairah lebih sungguh-sungguh daripada orang lain, tidak bebas dari penyakit ini, apalagi kita. Kesungguhannya mendorong dirinya sendiri merupakan pengakuan atas penyakitnya. Kita punya cukup pengalaman tentang kelesuan kita. Maka betapa lebih perlunya lagi kita memakai sarana yang sama untuk membangkitkan diri kita. Oleh mulutnya, Roh Kudus secara tidak langsung, menegur kita karena tidak lebih rajin memuji Allah, dan menunjukkan obatnya, supaya setiap orang memasuki dirinya sendiri dan membetulkan kemalasannya. Sang nabi tidak puas hanya dengan memanggil jiwanya untuk memuji Allah (jiwa sebagai tempat pengertian dan afeksi), dan menambahkan batin, seluruh pikiran dan hati, dan segala kesanggupan keduanya. Ketika ia berbicara pada dirinya sendiri demikian, ia seperti tidak lagi berada di hadapan manusia, dan menguji dirinya di hadapan Allah.

Dan janganlah lupakan segala kebaikan-Nya! Ia mengajar kita, bahwa Allah tidak kurang dalam menyediakan alasan untuk memuji-Nya. Ketidakbersyukuran kitalah yang menghalangi kita. Di satu sisi, ia mengajar bahwa Allah demikian bermurah hati pada kita, supaya kita dibawa untuk merayakan pujian-Nya; di sisi lain ia menghakimi ketidaktetapan kita, yang memburu-buru kita ke berbagai sasaran lain, yang bukan Allah. Mengapa kita begitu lesu dan mengantuk dalam pelaksanaan utama dari ibadah yang sejati ini? Bukankah karena kita dengan jahat dan memalukan, melupakan dan mengubur dalam hati kita, berkat-berkat Allah yang tak terhitung, yang nyata bagi langit dan bumi? Jika saja kita mengingatnya, maka sang nabi menjamin, kita akan tergerak untuk melaksanakan kewajiban kita, karena satu-satunya larangan yang ia berikan adalah, jangan lupakan segala kebaikan-Nya.

Article by John Calvin
Translation by Tirza Rachmadi

Sunday, July 8, 2018

Mazmur 102:26-29



Dahulu sudah Kauletakkan dasar bumi, dan langit adalah buatan tangan-Mu. Dua hal perlu kita renungkan. Pertama, di mata Allah langit pun nampak demikian sementara, seperti asap. Terlebih lagi umat manusia yang lemah, yang menimbulkan belas kasihan Allah. Kedua, meski tidak ada yang tinggal tetap di langit atau bumi, namun Gereja akan kekal selamanya, sebab ia ditopang oleh kebenaran kekal Allah. Hal yang pertama mengajar orang percaya sejati untuk rendah hati, ketika mereka datang ke hadirat Allah, betapa lemah dan sementaranya keadaan mereka, sehingga mereka tidak bisa membawa apa-apa kecuali kekosongan diri mereka. Perendahan diri yang demikian adalah langkah pertama memperoleh perkenanan Allah, karena Ia menegaskan bahwa kesengsaraan kita menggerakkan-Nya untuk berbelaskasihan pada kita. Perbandingan antara kita dan langit adalah ilustrasi yang sangat baik. Berapa lama langit telah ada, dibanding umur hidup manusia yang begitu singkat? Berapa banyak generasi manusia telah berlalu sejak penciptaan, sementara langit tetap ada di tengah segala pergantian generasi tersebut? Begitu indahnya pengaturan langit, begitu luar biasa bentukannya, sehingga segala tenunan tersebut menyatakan dirinya sebagai hasil karya tangan Allah. Namun, baik umur maupun keindahan langit tidak akan mencegah mereka dari binasa. Bagaimana dengan kita, yang mati sesaat setelah dilahirkan? Tidak ada bagian hidup kita yang tidak terburu-buru menuju kematian.  

Semuanya itu akan binasa, tetapi Engkau tetap ada. Dua hal perlu diperhatikan. Pertama, langit telah ditaklukkan pada kebinasaan sebagai akibat kejatuhan manusia. Kedua, langit akan diperbarui. Sang nabi mengatakan langit akan binasa, sebab akan ada pembaruan yang demikian menyeluruh sehingga bukan langit yang sama yang akan ada, melainkan yang lain. Ke mana pun mata kita memandang, kita hanya melihat alasan untuk berputus asa, hingga kita sampai pada Allah. Apa yang ada dalam kita selain kebusukan dan kebinasaan? Apakah kita selain cermin kematian? Apakah perubahan yang dialami seluruh dunia selain bagian awal dari kehancuran? Jika seluruh bentukan dunia sedang terburu-buru menuju akhirnya, apa yang akan terjadi pada umat manusia? Jika segala bangsa akan binasa, kestabilan apa yang bisa ditemukan dalam diri seorang manusia? Maka kita jangan mencari kestabilan di mana pun kecuali hanya dalam Allah saja.

Article by John Calvin
Translation by Tirza Rachmadi

Saturday, July 7, 2018

Mazmur 102:17-25



Bila TUHAN . . . sudah menampakkan diri dalam kemuliaan-Nya. Ayat ini merujuk kepada penyataan diri Allah ketika Ia membawa keluar Gereja-Nya dari kegelapan maut. Demikian juga, dalam Ia mengumpulkan umat-Nya yang tercerai-berai dan membangkitkan Gereja-Nya dari mati ke hidup, Ia nampak dalam kemuliaan-Nya. Adalah penghiburan yang besar, mengetahui bahwa kasih Allah bagi kita demikian besar, sehingga kemuliaan-Nya Ia nyatakan dalam keselamatan kita.
Sudah berpaling mendengarkan doa orang-orang yang bulus, dan tidak memandang hina doa mereka. Harus diperhatikan, bahwa pertolongan bagi kaum pilihan dikaitkan pada doa-doa orang beriman. Memang satu-satunya penyebab Allah menolong Gereja-Nya adalah belas kasihan Allah, menurut janji-Nya yang penuh kemurahan. Tetapi untuk menggerakkan orang percaya sejati lebih sungguh-sungguh berdoa, Ia menjanjikan, bahwa apa yang Ia rencanakan menurut perkenanan-Nya, akan Ia berikan sebagai jawaban dari permohonan mereka. Tidak ada ketidakcocokkan antara dua kebenaran ini, bahwa Allah menjaga Gereja karena belas kasihan-Nya yang cuma-cuma, dan bahwa Ia menjaganya sebagai jawaban doa-doa umat-Nya. Doa-doa mereka terkait dengan janji-Nya yang cuma-cuma. Hasil doa bergantung sepenuhnya pada janji-Nya yang cuma-cuma.

Supaya Allah mendengarkan doanya, ia memanggil semua orang saleh di dunia, untuk membuat permohonan yang sama. Tidak diragukan, hal ini menambah keyakinan akan hasilnya, ketika permohonan dibuat oleh seluruh umat Tuhan bersama-sama, seperti satu, menurut yang dikatakan Rasul Paulus (2 Kor. 1:11), “Supaya banyak orang mengucap syukur atas karunia yang kami peroleh berkat banyaknya doa mereka untuk kami.”

Article by John Calvin
Translation by Tirza Rachmadi

Friday, July 6, 2018

Mazmur 102:14-16



Sebab sudah waktunya untuk mengasihaninya, sudah tiba saatnya. Ketika sang nabi membicarakan tentang pemulihan Gereja, ia menyatakan belas kasihan Allah sebagai penyebabnya. Ia menggambarkan belas kasihan ini dalam dua aspek, dan karenanya memakai kata-kata yang berbeda. Pertama, tidak ada jasa manusia sama sekali, dan tidak mungkin ada penyebab di luar diri Allah yang membuat-Nya membangun gereja-Nya. Maka sang nabi menelusuri penyebabnya sebagai kebaikan Allah saja. Kedua, ia merenungkan belas kasihan ini dalam kaitannya dengan janji Allah. Tujuannya mengagungkan belas kasihan Allah adalah mengajar orang percaya, bahwa keselamatan mereka bergantung satu-satunya pada belas kasihan tersebut.

Supaya orang beriman tidak tenggelam dalam keputusasaan karena lamanya penderitaan mereka, mereka perlu pengharapan bahwa akhir waktu pembuangan mereka sudah ditetapkan Allah, dan tidak akan melebihi 70 tahun. Daniel sedang merenungkan hal ini, ketika ia “mengarahkan mukanya kepada Tuhan Allah untuk berdoa dan bermohon, sambil berpuasa dan mengenakan kain kabung serta abu” untuk pemulihan Gereja (9:3). Demikian juga, sang nabi bertujuan menguatkan dirinya dan orang lain sehingga memiliki keyakinan dalam doa, mengingatkan Allah akan nubuatan ini, sebagai argumen supaya Ia mengakhiri pembuangan mereka. Jika dalam doa kita, kita tidak terus-menerus mengingat janji-janji Allah, kita hanya menyerahkan keinginan kita pada udara seperti asap. Perlu diingat, meski waktu kelepasan dari pembuangan hampir tiba atau sudah tiba, tetapi sang nabi tidak berhenti berdoa. Allah menggerakkan kita berdoa melalui Firman-Nya. Dan meski waktunya sudah ditetapkan, tetapi ia berseru pada Allah untuk memenuhi bagian kovenan-Nya, sedemikian, sehingga ia hanya memohon kebaikan-Nya yang cuma-cuma. Janji-janji yang Allah berikan pada kita, yang Ia jadikan kewajiban bagi-Nya, sedikitpun tidak mengurangi belas kasihan-Nya.

Article by John Calvin
Translation by Tirza Rachmadi

Thursday, July 5, 2018

Mazmur 102:13-14


Dan nama-Mu tetap turun-temurun. Kita tidak mendapat manfaat apa-apa dari atribut Allah yang kekal dan tak berubah, kecuali kita memiliki pengenalan akan Allah dalam hati kita, pengenalan yang dihasilkan kovenan anugerah-Nya, dan yang menghasilkan kepercayaan dari relasi dua pihak antara Ia dan kita. Arti ayat ini adalah, “Kami seperti rumput yang layu, kami membusuk setiap saat, kami tidak jauh dari kematian, bahkan kami seperti sudah berdiam dalam kubur. Namun karena Engkau, ya Allah, membuat kovenan dengan kami, yang olehnya Engkau berjanji melindungi dan membela umat-Mu, dan Engkau memasuki relasi penuh anugerah dengan kami, Engkau menjamin penuh bahwa Engkau akan selalu berdiam di tengah kami, maka kami tidak putus asa, melainkan penuh pengharapan. Meski kami hanya dapat melihat alasan untuk menyerah, jika kami bersandar pada diri kami sendiri, namun kami harus mengangkat pikiran kami kepada takhta surgawi. Dari sana Engkau akan mengulurkan tangan-Mu untuk menolong kami pada akhirnya.” Siapapun yang mengenal sedikit saja Kitab Suci, akan siap mengakui bahwa kapanpun kita dikepung maut dalam berbagai bentuk, kita harus memikirkan: Allah tetap sama – “pada-Nya tidak ada perubahan atau bayangan karena pertukaran” – tidak ada yang sanggup menghalangi-Nya menolong kita. Ia akan menolong kita, karena kita memiliki janji-Nya. Oleh janji itu Ia telah mengikat diri-Nya dalam kewajiban bagi kita. Ia akan menolong kita, karena Ia telah memberikan meterai-Nya, yang mengandung ikatan persekutuan yang suci dan tak dapat dipatahkan.

Engkau sendiri akan bangun, akan menyayangi Sion. Di sinilah kesimpulan dari kebenaran dalam ayat sebelumnya berada: Allah kekal, dan karena itu Ia akan berbelas kasihan pada Sion. Kekekalan Allah dimasukkan dalam meterai janji-Nya, yang olehnya Ia meletakkan diri-Nya di bawah kewajiban untuk memelihara kesejahteraan kita. Selain itu, Ia tidak kekurangan kuasa, dan mustahil Ia menyangkal diri-Nya. Maka kita jangan memelihara kekuatiran bahwa Ia mungkin gagal memenuhi, pada waktu-Nya, apa yang Ia telah janjikan.


Article by John Calvin
Translation by Tirza Rachmadi

Wednesday, July 4, 2018

Mazmur 102:12-13


Hari-hariku seperti bayang-bayang memanjang. Pada tengah hari, ketika matahari berada tepat di atas kepala kita, kita tidak melihat perubahan mendadak pada bayangan yang dihasilkan terangnya. Tapi ketika matahari mulai menuju barat, bayang-bayang  berubah hampir setiap saat. Apa yang diamati sang Pemazmur mengenai Gereja yang menderita, berlaku pada semua manusia. Namun ada alasan khusus untuk menggunakan pengumpamaan ini sebagai ilustrasi bagi kondisi Gereja ketika di dalam pembuangan. Benar, bahwa ketika kita menuju usia lanjut, kita segera jatuh dalam kemunduran. Namun keluhan dalam Mazmur ini adalah, umat Allah ditimpa semua ini ketika berada dalam usia jaya mereka. Hari-hari berarti seluruh perjalanan hidup mereka. Artinya adalah, pembuangan bagi orang saleh seperti terbenamnya matahari, karena mereka segera berakhir. Pengumpamaan rumput yang layu diulangi, untuk menggambarkan bahwa hidup mereka di pembuangan ditimpa banyak kemalangan yang mengeringkan kehidupan dalam diri mereka. Hal ini tidak aneh, sebab kondisi mereka lebih buruk daripada seratus kematian, seandainya mereka tidak ditopang oleh harapan kelepasan di masa depan. Namun meski mereka tidak sepenuhnya ditenggelamkan pencobaan, mereka berada dalam tekanan yang berat, karena mereka melihat diri mereka ditinggalkan Allah.

Tetapi Engkau, ya TUHAN, bersemayam untuk selama-lamanya. Untuk menguatkan dirinya, sang nabi memandang pada kekekalan Allah. Pengetahuan akan peristirahatan bahagia yang dimiliki Allah ini memampukan kita untuk mengerti, hidup kita hanyalah sebuah ilusi. Sang penulis yang dipimpin Allah, mengingat janji Allah untuk menjadikan Gereja sasaran perhatian-Nya yang khusus. Ia mempercayai ikatan yang suci dan tak mungkin diputuskan itu. Maka tanpa ragu ia menggambarkan orang saleh, meski mereka menderita dan sengsara, sebagai orang-orang yang berbagian dalam kemuliaan surgawi yang adalah milik Allah.

Article by John Calvin
Translation by Tirza Rachmadi

Tuesday, July 3, 2018

Mazmur 102:11


Sebab Engkau telah mengangkat aku dan melemparkan aku. Seakan-akan sang Pemazmur mengatakan, Tuhan, Engkau telah memukulku dengan lebih berat, dengan melemparkan aku dari tempat tinggi, daripada jika aku hanya terjatuh dari posisiku sebelumnya. Namun nampaknya hal ini merupakan gambaran yang melebih-lebihkan dukanya. Tidak ada yang lebih pahit daripada jatuh dari kondisi bahagia ke penderitaan ekstrim. Sang nabi meratapi umat Allah yang kehilangan berkat-berkat istimewa dari-Nya di masa lalu mereka, sehingga ingatan akan kebaikan yang dulu, bukannya menghibur mereka, malah memahitkan kesengsaraan mereka. Bukan ketidakbersyukuran yang membuat perenungan akan berkat yang dulu menjadi kesedihan; karena mereka mengakui kesengsaraan dan perendahan mereka disebabkan dosa-dosa mereka sendiri. Allah tidak senang pada perubahan, seakan-akan setelah memberi cicipan kebaikan-Nya, Ia sengaja mengambilnya dari kita.

Kebaikan-Nya tidak habis-habisnya. Berkat-Nya akan mengalir terus menerus pada kita, jika bukan dosa kita yang menghentikan aliran tersebut. Seharusnya ingatan akan berkat-berkat Allah meringankan duka kita. Namun tetap adalah penderitaan yang besar untuk jatuh dari kedudukan yang begitu tinggi, dan menyadari bahwa kita telah membuat-Nya marah, sehingga Ia menarik tangan-Nya yang murah hati dari kita. Maka ketika kita mengingat bahwa peta teladan Allah yang membedakan Adam, adalah terangnya kemuliaan surgawi; dan sebaliknya, sekarang kita melihat cela dan kerendahan yang merupakan tanda murka Allah pada kita, tentunya kontras ini membuat kita lebih dalam merasakan kebobrokan kondisi kita. Jadi, jika Allah mengambil kembali berkat yang sebelumnya Ia berikan pada kita, biarlah kita belajar, kita harus meratap, karena oleh kesalahan kita sendirilah, kita mengubah terang menjadi gelap.

Article by John Calvin
Translation by Tirza Rachmadi

Monday, July 2, 2018

Mazmur 102:9-11



Sepanjang hari aku dicela oleh musuh-musuhku. Untuk menggerakkan Allah dengan belas kasihan-Nya pada mereka, orang beriman memberitahukan, bukan saja mereka sasaran penghinaan musuh-musuh mereka, tetapi musuh-musuh itu menyumpah dengan menyebut nama mereka. Perendahan yang diadukan di sini adalah, para orang fasik tanpa malu beria-ria di atas umat pilihan Allah, hingga menggunakan satu bentuk sumpah dan kutuk yang diambil dari bencana mereka. Ketika orang fasik merajalela dengan bahasa yang mempermalukan kita, biarlah kita belajar membentengi diri dengan perlindungan di atas, supaya pencobaan ini dapat kita kalahkan, betapapun tajamnya. Roh Kudus mengajar bentuk doa ini pada orang beriman, untuk bersaksi bahwa Allah digerakkan oleh penghinaan demikian untuk menolong umat-Nya, seperti dalam Yes. 37:23, “Siapakah yang engkau cela dan engkau hujat? terhadap siapakah engkau menyaringkan suaramu, dan memandang dengan sombong-sombong? Terhadap Yang Mahakudus, Allah Israel!” Adalah penghiburan yang tak ternilai, bahwa semakin kurang ajar musuh kita terhadap kita, semakin Allah didorong untuk menolong kita.

Oleh karena marah-Mu dan geram-Mu. Sang nabi menyatakan, bahwa kebesaran dukanya bukan hanya keluar dari masalah dan bencana yang dari luar, melainkan dari kesadaran, bahwa semua ini adalah penghukuman yang ditanggungkan Allah padanya. Dan sudah seharusnya, tidak ada yang lebih melukai hati kita, daripada perasaan bahwa Allah marah pada kita. Artinya adalah: o Tuhan, aku tidak membatasi perhatianku pada hal-hal yang menarik pikiran duniawi manusia, melainkan aku memperhatikan murka-Mu; jika bukan karena murka-Mu pada kami, kami masih tetap menikmati milik pusaka yang Engkau berikan pada kami, tetapi kami telah dibuang oleh murka-Mu yang adil. Ketika Allah menimpakan tangan-Nya pada kita, biarlah kita tidak hanya mengerang karena pukulan-pukualn itu, seperti orang-orang bodoh, melainkan mencari penyebabnya, supaya kita menjadi rendah hati. Ini adalah pelajaran yang bermanfaat sangat besar.

Article by John Calvin
Translation by Tirza Rachmadi

Sunday, July 1, 2018

Mazmur 102:5-8



Hatiku terpukul dan layu seperti rumput. Sang Pemazmur memaksudkan lebih dari sekedar hatinya menjadi layu, dan tulangnya kering. Artinya adalah, seperti rumput yang setelah dipotong tidak lagi menerima gizi dari tanah, dan tidak dapat mempertahankan kehidupan dan energi yang didapatnya dari akar, demikianlah hatinya diputuskan dari akarnya, dan dirampok dari asupan gizinya.
Sehingga aku lupa makan rotiku. Artinya penderitaannya demikian besar, hingga ia mengabaikan makanan sehari-harinya. Dalam masa pembuangan, orang Yahudi memakan roti mereka. Adalah bukti dari keputusasaan yang berdosa, jika mereka menolak untuk makan hingga mati. Namun arti perkataan Mazmur adalah, ia demikian sengsara hingga menolak segala kesenangan, dan tidak memberikan dirinya makanan dan minuman. Orang percaya dapat untuk sementara waktu berhenti makan makanan sehari-hari mereka, ketika mereka berpuasa dengan sukarela, dengan tujuan memohon pada Allah dengan rendah hati, supaya Ia berbalik dari murka-Nya, namun bukan puasa itu yang dibicarakan di sini. Pemazmur membicarakan mengenai efek tekanan mental yang ekstrim, yang ditemani oleh keengganan makan, dan keengganan untuk segala hal.

Aku sudah menyerupai burung undan di padang gurun. Dalam ayat ini disebutkan sejenis burung yang menyendiri, yang bertempat tinggal di gunung dan gurun, yang suaranya tidaklah manis atau enak didengar, melainkan menimbulkan kegentaran bagi yang mendengar. Pemazmur mengatakan, bahwa ia telah dibuang dari komunitas manusia, dan menjadi seperti binatang liar dari hutan. Meski umat Allah tinggal di tempat yang beradab dan subur, namun seluruh daerah Kasdim dan Asyur seperti sebuah padang gurun bagi mereka. Hati mereka diikat oleh kasih sayang terbesar untuk Bait Allah, dan pada tanah asal mereka, yang darinya mereka telah dibuang. Perumpamaan ketiga mengenai merpati, menunjukkan kedukaan demikian dalam, sehingga menghasilkan kegelisahan terbesar.

Article by John Calvin
Translation by Tirza Rachmadi